Wednesday, May 20, 2009

Penetapan Harga Transfer dan Perpajakan Internasional

Dari seluruh variable lingkungan yang harus diperhatikan oleh manager keuangan, hanya variable mata uang asing yang memiliki pengaruh sama besarnya dengan variable perpajakan. Faktor pajak sangat memperngaruhi keputusan mengenai di mana perusahaan melakukan investasi, bentuk organisasi apa yang digunakan, bagaimana cara untuk mendanainya, kapan dan di mana untuk mengakui elemen-elemen pendapatan, beban dan berapa harga transfer yang dikenakan.

KONSEP AWAL
Rumitnya hokum dan aturan yang menentukan pajak bagi perusahaan asing dan laba yang dihasilkan di luar negeri sebenarnya berasal dari beberapa konsep dasar. Konsep ini mencakup instilah netralitas pajak dan ekuitas pajak. Netralitas pajak berarti bahwa tidak memiliki pengaruh (netral) terhadap keputusan alokasi sumber daya. Dengan kata lain keputusan bisnis didorong oleh fundamental ekonomi seoperti tingkat imbalan dan bukan pertimbangan pajak. Ekuitas pajak berarti wajub pajak yang menghadapi situasi yang mirip semestinya membayar pajak yang sama, tetapi terdapat ketidaksetujuan antarbagaimana menginterpretasikan konsep ini.

KEANEKARAGAMAN SISTEM PAJAK NASIONAL
Suatu perusahaan dapat melakukan bisnis internasional dengan mengekspor barang dan jasa atau dengan melakukan investasi asing langsung atau tidak langsung. Ekspor jarang sekali memicu potensi pajak di Negara yang melakukan impor, karena sulit sekali bagi Negara pengimpor untuk menetapkan pajak yang dikenakan atas eksportir luar negeri. Di sisi lain suatu perusahaan yang berorientasi di Negara lain melalui cabang atau perusahaan afiliasi terkena pajak di Negara itu.

MACAM-MACAM PAJAK
Perusahaan yang berorientasi di luar negeri menghadapi berbagai jenis pajak. Pajak langsung seperti pajak penghasilan, mudah untuk dikenali dan umumnya diungkapkan pada laporan keuangan perusahaan. Pajak tidak langsung seperti pajak konsumsi tidak dapat dikenali dengan jelas dan tidak terlalu sering diungkapkan, umumnya mereka tersembunyi dalam pos biaya dan beban lain-lain.
Pajak Penghasilan Perusahaan, mungkin digunakan secara lebih luas untuk menghasilkan pendapatan bagi pemerintah dibandingkan dengan pajak utama lainnya dengan kemungkinan pengecualian untuk bead an cukai.
Pajak pungutan adalah pajak yang dikenakan oleh pemerintah terhadap dividen, bunga, dan pembayaran royalty yang diterima oleh investor asing.
Pajak pertambahan nilai merupakan pajak konsumsi yang ditemukan di Eropa dan Kanada. Pajak ini umumnya dikenakan terhadap nilai tambah dari setiap tahap produksi atau distribusi. Pajak ini berlaku untuk total penjualan dikurangi dengan pembelian dari unit penjual perantara.
Pajak perbatasan seperti bea cukai dan bea impor umumnya ditujuan untuk menjaga agara barang domestic dapat bersaing harga dengan barang impor. Dengan demikian pajak yang dikenakan terhadap impor umumnya dilakukan secara parallel dan pajak tidak langsung lainnya dibayarkan oleh produsen domestic barang yang sejenis.
Pajak transfer merupakan jenis pajak tidak langsung lainnya. Pajak ini dikenakan terhadap pengalihan (transfer) objek antarpembayar pajak dan dapat menimbulkan pengaruh yang penting terhadap keputusan bisnis seperti struktur akuisisi.


PEMAKAIAN TERHADAP SUMBER LABA DARI LUAR NEGERI DAN PEMAJAKAN GANDA
Setiap Negara mengklaim hak untuk mengenakan pajak terhadap laba yang dihasilkan di dalam wilayahnya. Namun demikian, filosofi nasional atas pengenaan pajak terhadap sumber-sumber dari luar negeri itu berbeda-beda dan ini merupakan hal yang penting dari sudut pandang seorang perencana pajak. Kebanyakan Negara (seperti Australia, Brazil, Cina, Republik Ceko, Jerman, Jepang, Meksiko, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat) menerapkan prinsip seluruh dunia dan mengenakan pajak terhadap laba atau pendapatan perusahaan dan warga Negara di dalamnya tanpa melihat wilayah Negara. Gagasan yang mendasarinya adalah bahwa anak perusahaan asing sebuah perusahaan local adalah suatu perusahaan local yang kebetulan beroperasi di luar negeri.

DIMENSI PERENCANAAN PAJAK
Dalam melakukan perencanaan pajak perusahaan multinasional memiliki keunggulan tertentu atas perusahaan yang murni domestic karena memiliki fleksibilitas geografis lebih besar dalam menentukan lokasi produksi dan system distribusi. Dalam mengenakan sumber pajak luar negeri banyak pihak yang berwenang pajak yang memusatkan perhatian pada bentuk organisasi operasi luar negeri. Sebuah cabang umumnya dianggap sebagai perluasan induk perusahaan. Dengan demikian labanya segera dikonsolidasikan dengan laba induk perusahaan dan dikenakan pajak secara penuh pada tahun pada saat laba dihasilkan, terlepas apakah dikirimkan kembali kepada induk perusahaan atau tidak.

METODOLOGI PENENTUAN HARGA TRANSFER
Harga transfer dapat didasarkan pada biaya selisih kenaikan atau harga pasar. Pengaruh lingkungan atas harga transfer juga menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai metodologi penentuan harga. Prinsip wajar atau harga transfer antarperusahaan dengan mengandaikan transaksi itu terjadi antarpihak yang tidak berhubungan instimewa di pasar yang kompetitif. Menurut undang-undang Pajak Penghasilan di AS terdapat metode-metode:
1. Metode Harga yang Tidak Terkontrol Setara
Berdasarkan metode ini harga transfer ditentukan dengan mengacu pada harga yang digunakan dalam transaksi setara antara perusahaan yang independent atau setara perusahaan dengan pihak ketiga yang tidak berkaitan.
2. Metode Transaksi Tidak Terkontrol yang Setara
Metode ini diterapkan untuk pengalihan aktiva tidak berwujud. Metode ini mengidentifikasikan tingkat royalty acuan dengan mengacu pada transaksi yang tidak terkontrol di mana aktiva tidak berwujud yang sama atau serupa dialihkan. Sebagaimana metode harga tidak terkontrol yang setara, metode ini bergantung pada perbandingan pasar.
3. Metode Harga Jual Kembali
Metode ini menghitung harga transaksi yang wajar yang diawali dengan harga yang dikenakan atas penjualan barang yang dimaksud kepada pembeli yang independent. Margin yang memadai untuk menutup beban dan laba nomal kemudian dikurangkan dari harga ini untuk memperoleh harga transfer antarperusahaan.
4. Metode Penentuan Biaya Plus
Metode ini berguna apabila barang semi jadi dialihkan antarperusahaan afiliasi luar negeri atau jika suatu entitas merupakan sub kontraktor bagi perusahaan lain.
5. Metode Laba Sebanding
Metode ini mendukung pandangan umum yang menyatakan bahwa pembayar pajak yang menghadapi situasi yang mirip harusnya memperoleh imbalan yang mirip pula selama beberapa periode waktu tertentu.
6. Metode Pemisahan Laba
Metode ini digunakan jika acuan produk atau pasar tidak tersedia. Metode ini mencakup pembagian laba yang dihasilkan melalui transaksi dengan pihak berhubungan istimewa yaitu antara perusahaan afiliasi berdasarkan cara yang wajar.
7. Metode Penentuan Harga Lainnya
Metode ini dapat digunakan jika menghasilkan ukuran harga wajar yang lebih akurat.

PRAKTIK HARGA TRANSFER
Dalam praktiknya, beberapa metode penentuan harga transfer digunakan bersamaan. Factor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode harga transfer antara lain tujuan perusahaan: apakah tujuannya adalah mengelola beban pajak, atau mempertahankan posisi daya saing perusahaan, atau memprromosikan evaluasi kerja yang setara.

MASA DEPAN
Teknologi dan perekonomian global menimbulkan tantangan sendiri bagi banyak prinsip-prinsip yang mendasari perpajakan internasional, bahwa setiap setiap bangsa memiliki hak menentukan untuk dirinya sendiri seberapa banyak pajak yang dapat dikumpulkan dari rakyatnya dan kalangan usaha yang ada di dalam wilayahnya. Namun, pemerintah di seluruh dunia mengharuskan metode penentuan harga transfer pada prinsip harga wajar. Yaitu, perusahan multinasional di Negara berbeda dikenakan pajak seakan-akan mereka adalah perusahaan independent yang beroperasi secara wajar dari satu sama lain. Perhitungan harga wajar tidak relevan karena semakin sedikit perusahaan yang beropreasi dengan cara ini. Efeknya bagi perpajakan nasional, kerjasama dan pembagian informasi yang makin erat antara otoritas pajak di seluruh dunia. Kompetisi pajak juga semakin besar. Internet membuat upaya mengambil keuntungan dari Negara surga pajak semakin mudah. Pajak tunggal juga digunakan sebagai alternative untuk menggunakan harga transfer dalam menentukan penghasilan kena pajak.

Manajemen Risiko Keuangan

Tujuan utama manajemen risiko keuangan adalah untuk meminimalkan potensi kerugian yang timbul dari perubahan tak terduga dalam harga mata uang, kredit, komoditas, dan ekuitas. Resiko volatilitas harga yang dihadapi ini disebut dengan resiko pasar. Risiko pasar terdapat dalam berbagai bentuk. Meskipun volatilitas harga atau tingkat, akuntan manajemen perlu mempertimbangkan resiko lainnya: (1) risiko likuiditas, timbul karena tidak semua produk manajemen dapat diperdagangkan secara bebas, (2) diskontinuitas pasar, mengacu pada risiko bahwa pasar tidak selalu menimbulkan perubahan harga secara bertahap, (3) risiko kredit, merupakan kemungkinan bahwa pihak lawan dalam kontrak manajemen risiko tidak dapat memenuhi kewajibannya, (4) risiko regulasi, adalah risiko yang timbul karena pihak otoritas public melarang penggunaan suatu produk keuangan untuk tujuan tertentu, (5) risiko pajak, merupakan risiko bahwa transaksi lindung nilai tertentu tidak dapat memperoleh perlakuan pajak yang diinginkan, dan (6) risiko akuntansi, adalah peluang bahwa suatu transaksi lindung nilai tidak dapat dicatat selain bagian dari transaksi yang hendak dilindung nilai.

MENGAPA MENGELOLA RISIKO KEUANGAN
Pertama, manajemen eksposur membantu dalam menstabilkan ekspektasi arus kas perusahaan. Manajemen eksposur yang aktif memungkinkan perusahaan untuk berkonsentrasi pada risiko bisnisnya yang utama. Para pemberi saham, karyawan, dan pelanggan juga memperoleh manfaat dari manajemen eksposur. Pemberi pinjaman umumnya memiliki toleransi risiko lebih rendah dibandingkan dengan pemegang saham, sehingga membatasi eksposur perusahaan untuk menyeimbangkan kepentingan pemegang saham dan pemegang obligasi.

PERANAN AKUNTANSI
Akuntansi manajemen memainkan peran yang penting dalam proses risiko manajemen. Mereka membantu dalam mengidentifikasikan eksposur pasar, mengkuantifikasi keseimbangan yang terkait dengan strategi respons risiko alternative, mengukur potensi yang dihadapi perusahaan terhadap risiko tertentu, mencatat produk lindung nilai tertentu dan mengevaluasi program lindung nilai.

Kerangka dasar yang bermanfaat untuk mengidentifikasi berbagai jenis risiko market berpotensi dapat disebut sebagai pemetaan risiko. Kerangka ini diawali dengan pengamatan atas hubungan berbagai risiko pasar terhadap pemicu nilai suatu perusahaan dan pesaingnya. Pemicu nilai mengacu pada kondisi keuangan dan pos-pos kinerja operasi keuangan utama yang mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Risiko pasar mencakup risiko kurs valuta asing dan suku bunga, serta risiko harga komoditas dan ekuitas. Mata uang Negara sumber pembelian mengalami penurunan nilai relative terhadap mata uang Negara domnestik, maka perubahan ini dapat menyebabkan pesaing domestic mampu menjual dengan harga yang lebih rendah, ini disebut sebagai risiko kompetitif mata uang yang dihadapi. Akuntan manajemen harus memasukkan suatu fungsi demikian probabilitas yang terkait dengan serangkaian hasil keluaran masing-masing pemicu nilai. Peran lain yang dimainkan oleh para akuntan dalam proses manajemen resiko meliputi proses kuantifikasi penyeimbangan yang berkaitan dengan alternative strategi respon risiko. Risiko kurs valuta asing adalah salah satu bentuk risiko yang paling umum dan akan dihadapi oleh perusahaan multinasional. Di dalam dunia kurs mengambang, manajemen risiko mencakup: (1) antisipasi pergerakan kurs, (2) pengukuran risiko kurs valuta asing yang dihadapi perusahaan, (3) perancangan strategi perlindungan yang memadai, dan (4) pembuatan pengendalian manajemen risiko internal. Manajer keuangan harus memiliki informasi mengenai kemungkinan arah, waktu, dan magnitude perubahan kurs dan dapat menyusun ukuran-ukuran defensive memadai dengan lebih efisien dan efektif.

Potensi terhadap risiko valas timbul apabila perubahan kurs valas juga mengubah nilai aktiva bersih, laba, dan arus kas suatu perusahaan. Pengukuran akuntansi tradisional terhadap potensi risiko valas ini berpusat pada dua jenis potensi risiko: translasi dan transaksi.

Potensi risiko translasi mengukur pengaruh perubahan kurs valas terhadap nilai ekuivalen mata uang domestik atas aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing yang dimiliki oleh perusahaan. Karena jumlah dalam mata uang asing umumnya ditranslasikan ke dalam nilai ekuivalen mata uang domestik untuk tujuan pengawasan manajemen atau pelaporan keuangan eksternal, pengaruh translasi itu menimbulkan dampak langsung terhadap laba yang diinginkan. Kelebihan antara aktiva terpapar resiko dengan kewajiban terpapar (yaitu pos-pos dalam mata uang asing yang ditranslasikan berdasarkan kurs kini) menyebabkan timbulnya posisi aktiva terpapar bersih. Posisi ini sering disebut potensi risiko positif. Devaluasi mata uang asing relatif terhadap mata uang pelaporan menimbulkan kerugian translasi. Revaluasi mata uang asing menghasilkan keuntungan translasi. Sebaliknya, jika perusahaan memiliki posisi kewajiban terpapar bersih atau potensi risiko negatif apabila kewajiban terpapar melebihi aktiva terpapar. Dalam kasus ini, devaluasi mata uang asing menyebabkan timbulnya keuntungan translasi. Revalusi mata uang asing menyebabkan kerugian translasi.

Potensi risiko transaksi, berkaitan dengan keuntungan dan kerugian nilai tukar valuta asing yang timbul dari penyelesaian transaksi yang berdenominasi dalam mata uang asing. Keuntungan dan kerugian transaksi memiliki dampak langsung terhadap arus kas. Laporan potensi risiko transaksi berisi pos-pos yang umumnya tidak muncul dalam laporan keuangan konvensional, tetapi menimbulkan keuntungan dan kerugian transaksi seperti kontrak forward mata uang asing, komitmen pembelian dan penjualan masa depan dan sewa guna usaha jangka panjang.

Untuk meminimalkan atau menghilangkan potensi risiko tersebut, dibutuhkan strategi yang mencakup lindung nilai neraca, operasional, dan kontraktual. Lindung nilai neraca dapat mengurangi potensi risiko yang dihadapi perusahaan dengan menyesuaikan tingkatan dan nilai denominasi moneter aktiva dan kewajiban perusahaan yang terpapar. Lindung nilai operasional berfokus pada variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan dan beban dalam mata uang asing. Lindung nilai structural mencakup relokasi tempat manufaktur untuk mengurangi potensi risiko yang dihadapi perusahaan atau mengubah Negara yang menjadi sumber bahan mentah dan komponen manufaktur. Lindung nilai kontraktual dikembangkan untuk memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada para manajer dalam mengelola potensi risiko valas yang dihadapi.

PERLAKUAN AKUNTANSI
FASB menerbitkan FAS No 133, yang diklarifikasi melalui FAS 149 pada bulan April 2003, untuk memberikan pendekatan tunggal yang komprehensif atas akuntansi untuk transaksi derivative dan lindung nilai. Provisi dasar standar ini adalah:
- seluruh instrument derivative dicatat pada neraca sebagai aktiva dan kewajiban,
- keuntungan dan kerugian dari perubahan dalam nilai wajar instrument derivative bukankan aktiva atau kewajiban,
- lindung nilai haruslah sangat efektif agar layak mendapatkan perlakuan akuntansi khusus, yaitu keuntungan atau kerugian atas instrument lindung niai secara tepat harus mengimbangi keuntungan dan kerugian sesuatu yang dilindungi nilai
- hubungan lindung nilai haruslah terdokumentasi secara lengkap demi manfaat pemvaca laporan
- keuntungan atau keruhian dari investasi bersih dalam mata uang asing pada awalnya dicatat dalam laba komprehensif lainnya
- keuntungan atau kerugian lindung nilai terhadap arus kas masa depan yang belum pasti, seperti perkiraan penjualan ekspor, pada awalnya diakui sebagai bagian dari laba komprehensif.
Meskipun aturan penuntun yang dikeluarkan FASB dan IASB telah banyak mengklarifikasi pengakuan dan pengukuan derivative, masih saja terdapat beberapa masalah. Yang pertama berkaitan dengan nilai wajar. Kompleksitas pelaporan keuangan juga semakin meningkat jika lindung nilai dianggap sangatlah tidak efektif untuk mengimbangi risiko valas.

Ekuitas

PENGERTIAN
Karena artikulasi harus dipertahankan, ekuitas tidak didefinisi secara semantik tetapi secara sintaktik. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan kewajiban. Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar tiga kriteria, yaitu hak-hak masing-masing pihak atas penyelesain klaim, hak penggunaan aset dalam operasi, serta substansi ekonomik perjanjian.
Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan di perusahaan. Tetapi terdapat dua kharakteristik yang melekat pada hak kreditor, yaitu (a) penyelesaian klaim mereka pada tanggal tertentu melalui transfer aset, dan (b) prioritas diatas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal likuidasi. Hak kreditor dan pemegang saham juga berbeda dalam hal penggunaan aset.
Ekuitas pemegang saham diklasifikasikan menjadi dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham sebagai modal yuridis dan modal setoran tambahan, dan komponen lain yang merefleksi transasksi pemilik. komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukkan dalam komponen modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos ekuitas pemegang saham.

TUJUAN
Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efesiensi dan kepengurusan manajemen. Tujuan yang lain adalah menyediakan informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya, serta merupakan tanggung jawab yuridis pemilik. Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan berkaitan tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah sumber ekuitas, pembatasan pembagian dividen dan likuidasi, batas perlindungan dan urutan penyerapan rugi.

PEMBEDAAN MODAL SETORAN DAN LABA DITAHAN
Pembedaan antara dua komponen ekuitas pemegang saham merupakan hal yang sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba sehingga laba ditahan harus dipisahkan dengan modal setoran meskipin jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan juga penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana dasar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan perlindungan pada pihak lain, sedangkan laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian deviden.

MODAL YURIDIS
Sebagai pasangan laba ditahan, modal setoran dibedakan menjadi modal yuridis dan modal setoran lain. Modal yuridis timbul karena adanya ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan kepada pihak lain. Bentuk dari peraturan ini adalah adanya nilai nominal atau nilai minimum. Besarnya modal yuridis bergantung pada karakteristik saham (bernominal, takbernominal/bernilai nyataan, takbernominal/takbernilai nyataan).

PERUBAHAN MODAL SETORAN
Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal storan dengan berbagai masalah teoritisnya adalah:
Pemesanan saham
Pada saat perusahaan didirikan atau melakukan penawaran publik perdana, perusahaan telah menetapkan apa yang disebut modal dasar. Dengan autorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Bila saham telah terjual dan pembeli telah membayar penuh kesepakatannya, sertifikat saham akan diserahkan kepada pembeli. Berdasar konsep kesatuan usaha, jumlah rupiah yang diterima perusahaan akan menimbulkan atau diimbangi dengan modal setoran.
Pada umumnya investor yang berminat membeli saham perusahaan harus memesan terlebih dahulu saham yang dibeli dengan harga yang sesuai. Yang menjadi masalah adalah apakah jumlah rupiah saham pesanan tersebut telah dapat diakui sebagai modal setoran?
Jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila memenuhi dua syarat, yaitu tidak dapat dibatalkan, dan pelunasan tidak terlalu lama.

Obligasi terkonversi
Dalam hal tertentu perusahaan menerbitkan obligasi dengan kharakteristik dapat ditukarkan dengan saham biasa. Kalau hak tukar dari obligasi tersebut digunakan oleh pemegang obligasi akan timbul perubahan status kewajiban menjadi modal storan. Masalah teoritisnya adalah pada saat hak diambil, berapakah jumlah rupiah yang diakui sebagai modal setoran?
Untuk mengatasi masalah tersebut terdapat beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi, yaitu nilai bawaan obligasi, harga pasar obligasi, dan harga pasar saham.

Saham prioritas terkonversi
Saham prioritas atau saham istimewa menjadi saham biasa atas kehendak pemegang saham. Masalah yang ada sama dengan masalah yang muncul pada obligasi terkonversi, yaitu Pada saat hak diambil, berapakah jumlah rupiah yang diakui sebagai modal setoran? Dalam mengatasi permasalahan tersebut terdapat dua alternatif yang dapat digunakan, yaitu Pendekatan satu-transaksi, dan pendekatan dua-transaksi.

Deviden saham
Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Permasalahan yang muncul akibat pembagian deviden saham adalah bila dikapitalisasi, berapakah jumlah rupiah yang dikapitalisasi menjadi modal setoran? Untuk mengatasinya, alternatif penyelesaian yang digunakan terdiri atas dasar nilai nominal, dan atas dasar nilai pasar saham.

Hak beli saham
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk membeli sejumlah saham. Harga pasarhak beli ini adalah sebesar selisih harga pasar saham dengan harga yang harus dibayar pemegang saham yang mempunyai hak beli saham. Hal yang menjadi permasahan adalah perlukah jumlah rupiah ini dikapitalisasi.
Bila dividen saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham juga dapat dikapitalisasi, karena hak beli saham dapat dianggap sebagai dividen saham dengan nilai sebesar harga pasar hak beli saham. Jumlah ini dikapitalisasi ke modal setoran lain. Namun argument ini dibantah dengan alasan bahwa kapitalisasi hak beli saham menjadi modal setoran adalah tidak logis karena tidak ada sumber ekonomik yang disetorkan oleh pemegang saham dan tidak ada saham baru yang diterbitkan.

Opsi saham
Opsi merupakan instrumen yang dapat digolongkan sebagai sekuritas turunan-saham berupa hak untuk membeli atau menjual sejumlah saham. Opsi diterbitkan atau ditulis oleh investor dan dijual kepada investor lain. Terdapat dua macam opsi yaitu call dan put. Opsi call adalah opsi yang memberi hak kepada pemegang opsi untuk membeli saham dengan harga tertentu selama perioda tertentu. Orang membeli bila mengharapkan harga saham menaik. Sedangkan opsi put adalah opsi yang memberi hak kepada pemegang opsi untuk menjual saham dengan harga tertentu selama perioda tertentu. Orang membeli opsi bila mengharapkan harga saham menurun

Warran
Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisi warran sebagai efek yang diterbitkan oleh suatu perushaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu. Pemegang warran dapat membeli sejumlah saham dengan mengambalikan warran tersebut dan membayar sejumah kas tertentu. Terdapat beberapa kharakteritik dari warran, yaitu (1) berbeda dengan hak beli saham atau opsi, (2) terdapat beberapa jenis: lepas, lekat, dan bebas, (3) perlakuan akuntansi berbeda untuk tiap jenis, dan (4) isu akuntansi: Bila opsi diambil, apakah harga opsi dipisahkan dengan harga sekuritas terkait.

Saham treasuri
Saham treasuri adalah penarikan kembali saham yang beredar untuk sementara dan kemudian diterbitkan kembali. Beberapa alasan perusahaan melakukan penarikan kembali antara lain saham tersebut akan diterbitkan kembai kepada karyawan dalam program opsi saham, serta saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaski penggabungan usaha.
Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah (1) penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan laba ditahan, (2) pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual kembali. Mengenai hal tersebut, terdapat dua pendekatan atau konsep yang dapat diterapkan yaitu konsep satu-transaksi dan konsep dua-transaksi
PERUBAHAN LABA DITAHAN
Kalau pemisahan antara transaksi modal dan transaski operasi harus tetap dipertahankan, hanya terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi besarnya laba ditahan yaitu laba atau rugi priodik. Transaksi lain yang dapat mempengaruhi laba ditahan adalah transaksi yang tergolong dalam transaksi modal. Pengaruh beberapa transaksi diatas langsung dimasukkan dalam laba ditahan dan tidak melalui statemen laba-rugi perioda terjadinya transaksi tersebut karena transaksi tersebut merupakan transaksi modal.
Terdapat beberapa hal lain yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam suatu perioda berubah selain karena transaksi modal, tetapi karena transaksi khusus, yaitu penyesuaian perioda-lalu, koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya, pengaruh perubahan akuntansi, dan kuasi-reorganisasi.

PENYAJIAN MODAL PEMEGANG SAHAM
Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya menggambarkan urutan perlindunga dalam kondisi perusahaan mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan dilikuidasi. Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan urutan penyerapan rugi, sedangkan dalam kondisi likuidasi urutan penyajian menggambarkan urutan perlindungan yuridis.
Secara umum kos yang telah dikorbankan menjadi biaya akan diserap melalui aliran pendapatan kotor. Dalam hal terjadi pengorbanan kos akibat hilangnya manfaat menjadi rugi, rugi tersebut akan diserap terlebih dahulu melalui laba bersih dan hanya dalam keadaan yang sangat khusus maka kos tersebut dapat diserapkan oleh kelompok modal pemegang saham. Urutan penyerapan biaya, rugi, dan rugi luar biasa adalah: (1) pendapatan kotor, (2) laba bersih, (3) laba ditahan, (4) premium modal saham, dan (5) modal saham. Urutan penyrapan rugi tersebut sebenarnya merupakan asumsi atau tradisi semata-mata walaupun hal tersebut dapat dikuatkan dalam bentuk standar akuntansi.
Urutan perlindungan menunjukkan siapa yang harus didahulukan dalam menerima distribusi asset atau siapa yang menanggung segala akibat dalam kasus perusahaan dilikuidasi. Urutan perlindungan tersebut adalah (1) karyawan dan pemerintah, (2) kreditor berjaminan, (3) kreditor takberjaminan, (4) pemegang saham prioritas, dan (5) pemegang saham biasa.

PERINCIAN LABA DITAHAN
Bila komponen-komponen tertentu yang berasal dari transaksi operasi dilaporkan langsung ke laba ditahan, laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar sumber (by resources), dan ada pula kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan dengan merincinya atas dasar tujuan (by purposes) dengan cara yang disebut apropriasi dan pembatasan. Masalah teoritisnya adalah, adakah manfaat merinci laba ditahan atas dasar tujuan, misalnya dengan memecahnya menjadi cadangan, peruntukan (appropriated), dan bebas (unappropriated)?

LABA KOMPREHENSIF
Perubahan akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan dan dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaski pemilik,semua perubahan akibat transaski operasi harus dilaporkan melalui statemen laba-rugi. Ps-pos operasi dalam ari luas sebagai lawan pos-pos transaski nonpemilik meliputipos-pos operasi utama, pos-pos tambahan, dan pos-pos yang sifatnya khusus atau luar biasa tetapi berasal dari transasksi nonpemilik.
Masalah teoritis yang ada adalah pos-pos mana saja yang dapat dilaporkan melalui statemen laba ditahan. Terdapat dua pendekatan untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu pendekatan kinerja sekarang atau normal, dan pendekatan semua-termasuk atau surplus bersih.
FASB menganut pendekatan semua-termasuk secara penuh dengan mengenalkan apa yang disebut laba komprehensif. Dalam pendekatan semua-termasuk pospos penerobos masih dilaporkan dalam statemen perubahan laba ditahan, pos-pos penerobos itu sendiri adalah pos-pos yang dilaporkan langsung dalam statemen laba ditahan tanpa melalui statemen laba rugi. Penyajian laba komprehensif dapat dilakukan dengan pendekatan stau-statemen atau dua-statemen.

Laba

Laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup kaya untuk merepresentasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Akan tetapi, teori akuntansi sampai saat ini belum mencapai kemantapan dalam pemaknaan dan pengukuran laba. Oleh karena itu, berbeda dengan elemen statemen keuangan lainnya, pembahasan laba meliputi tiga tataran, yaitu : semantik, sintaktik, dan pragmatik.

Dari sudut pandang perekayasa akuntansi, konsep laba dikembangkan untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi tentang kinerja perusahaan secara luas. Sementara itu, pemakai informasi mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Teori akuntansi laba menghadapi dua pendekatan : satu laba untuk berbagai tujuan atau beda tujuan beda laba. Teori akuntansi diarahkan untuk memformulasi laba dengan pendekatan pertama.
Konsep dalam tataran semantik meliputi pemaknaan laba sebagai pengukur kinerja, pengkonfirmasi harapan investor, dan estimator laba ekonomik. Meskipun akuntansi tidak harus dapat mengukur dan menyajikan laba ekonomik, akuntansi paling tidak harus menyediakan informasi laba yang dapat digunakan pemakai untuk mengukur laba ekonomik yang gilirannya untuk menentukan nilai ekonomik perusahaan.

Makna laba secara umum adalah kenaikan kemakmuaran dalam suatu periode yang dapat dinikmati (didistribusi atau ditarik) asalkan kemakmuran awal masih tetap dipertahankan. Pengertian semacam ini didasarkan pada konsep pemertahanan kapital. Konsep ini membedakan antara laba dan kapital. Kapital bermakna sebagai sediaan (stock) potensi jasa atau kemakmuran sedangkan laba bermakna aliran (flow) kemakmuran. Dengan konsep pemertahanan kapital dapat dibedakan antara kembalian atas investasi dan pengembalian investasi serta antara transaksi operasi dan transaksi pemilik. Lebih lanjut, laba dapat dipandang sebagai perubahan aset bersih sehingga berbagai dasar penilaian kapital dapat diterapkan.

Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik (Baridwan, 1992: 55).
Pengertian laba secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (perioda) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003: 444).

Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi pengertian laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba menurut akuntansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi pada waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tertentu (Harahap, 1997).

Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain: laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.

Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan tetapi penting juga penting sebagai informasi bagi pembagian laba dan penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi informasi yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha, analis keuangan, pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya (Harahap, 2001: 259). Hal ini menyebabkan adanya berbagai definisi untuk laba.

Biaya

Biaya mempunyai dua karakteristik utama, yaitu aliran atau penurunan aset atau kenaikan kewajiban dan berkaitan dengan operasi utama yang menerus. Rugi dibedakan dengan biaya karena timbul dari sumber yang secara tidak langsung berkaitan dengan operasi utama perusahaan. Rugi berasal dari transaksi, kegiatan atau sumber berupa kegiatan periferal, transfer non-timbal balik, penahanan aset, atau factor lingkungan.

Untuk mendapatkan laba periodic yang bermakna maka pendapatan yang diakui untuk suatu perioda harus ditandingkan (diasosiasi) dengan biaya yang dianggap telah menciptakan pendapatan tersebut. Penandingan yang tepat akan terjadi kalau terdapat asosiasi yang masuk akal antara pendapatan dan biaya. Penandingan harus didasarkan atas kelayakan ekonomik, bukan kelayakan fisis. Penandingan tidak dapat disamakan dengan pengkompensasian.

Kriteria pengakuan pendapatan adalah pemanfaatan dan kelenyapan. Biaya diakui bilamana manfaat ekonomik telah dikonsumsi dalam rangka penyerahan barang atau jasa untuk mendatangkan pendapatan atau bilamana manfaat ekonomik masa dating telah lenyap.

Biaya diukur dengan kos yang sebelumnya melekat pada asset. Biaya dapat dipandang sebagai bagian kos yang telah dihabiskan dalam rangka menciptakan pendapatan. Bagian kos yang terhabiskan dapat dihubungkan dengan pendapatan atas dasar hubungan sebab akibat, alokasi sistematik dan rasional, atau pengakuan segera.
Basis asosiasi atas dasar sebab akibat atau penandingan langsung atas dasar produk merupakan basis yang paling ideal. Akan tetapi, alas an kepraktisan dan ketaktersediaankanan (inventor ability) beberapa factor kos (administrative dan pemasaran) menjadikan akuntansi beralih ke panandingan tak langsung atau penandingan periode.

Dengan periode sebagai takaran, alokasi sistematik lebih menggambarkan kelayakan ekonomik daripada pembebanan langsung semua manfaat pada saat terjadinya atau daripada pendekatan tanpa alokasi sebagaimana dikemukakan Thomas. Namun demikian, alokasi bukan sarana untuk maratakan laba tahunan. Harus dibedakan antara tujuan perataan factor kos dalam periode interim (bulanan) untuk kepentingan internal dengan perataan laba antartahun untuk kepentingan eksternal.

Untuk penentuan kos produk yang tepat, alokasi internal merupakan kebutuhan (necessity). Alokasi kos bergabung atau bersama yang paling valid secara teoretis adalah alokasi dasar harga pasar relative. Alokasi ini sejalan dengan konsep upaya dan hasil homogenitas kos. Alokasi harus dilakukan karena bila suatu produk menghasilkan pendapatan, maka pendapatan tersebut jelas bukan tanpa kos (free cost).
Makna alokasi antarperioda sebenarnya adalah penundaan pembebanan kos yang merepresentasi manfaat ekonomik asset. Kos dapat ditangguhkan pembebanannya terhadap pendapatan kalau kos dapat dikaitkan secara cukup pasti dengan pendapatan masa dating. Kos dapat ditangguhkan pembebanannya kalau kos merupakan pengeluaran yang sah, merupakan pengeluaran yang umum (wajar atau normal), dapat dikaitkan secara cukup pasti dengan pendapatan atau kegiatan masa dating, dan terjadi berulang-ulang.
Alokasi bukan sarana penundaan rugi. Semua rugi yang nyata-nyata telah terjadi harus segera diakui tanpa harus memandang apakah rugi tersebut berkaitan dengan kegiatan utama perusahaan. Pembebanan arbriter lebih valid dibandingkan penundaan pembebanan kos yang tidak lagi merepresentasi manfaat ekonomik. Keterlenyapan manfaat menjadi pemicu untuk mengakui segera kos sebagai biaya atau rugi. Bila biaya dipandang dalam arti luas, penandingan pendapatan dan biaya dapat didasarkan atas penandingan produk, perioda, dan arbriter.

Alokasi kos barang tersedia terjual menjadi sediaan dan kos barang terjual dengan metode MPKP adalah yang paling menggambarkan kegiatan operasi yang factual dan objektif. Oleh karena itu, metode ini adalah paling sesuai dengan tujuan pelaporan keuangan eksternal.

Depresiasi merupakan bagian dari kos asset tetap yang dianggap telah menghasilkan pendapatan. Penyerapan kos asset secara sistematikdan rasional atas dasar pola penyerapan lebih menggambarkan operasi yang factual dan objektif dibandingkan dengan pembebanan langsung pada saat diperolehnya asset. Tersedianya beberapa metode depresiasi dimaksudkan untuk memberi keleluasaan bagi manajemen untuk menentukan pola penyerapan manfaat yang paling sesuai dengan kondisi yang melingkupi. Walaupun demikian, metode unit produksi adalah metode yang paling ideal.

Depresiasi merupakan biaya yang nyata bukan biaya hipotesis. Akuntansi depresiasi adalah proses alokasi sistematis dalam rangka penandingan biaya dan pendapatan. Akuntansi depresiasi bukan sarana akumulasi dana untuk penggantian asset tetap. Akumulasi depresiasi juga bukan sarana untuk pemulihan investasi. Akuntansi juga bukan merupakan proses penilaian untuk mengukur penurunan nilai asset melainkan bagian kos yang merepresentasi biaya dalam rangka mendatangkan pendapatan suatu perioda.

Konsep depresiasi juga berlaku untuk asset tak berwujud, sumber alam, dan tanah yang terbatas manfaat ekonomiknya. Goodwill dapat diinterpretasikan sebagai kempampuan melaba di atas normal, atribut spesifik yang dapat dipisahkan, atau akun penilaian induk. Kos organiasi harus segera diamortisasi manakala ada tanda-tanda penurunan dan penciutan yang berlangsung baik dalam laba, lingkup kegiatan, ataupun modal perusahaan.

Friday, May 1, 2009

Kerangka Konseptual untuk Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

KLASIFIKASI DAN KONFLIK-KONFLIK KEPENTINGAN
Standar menyajikan petunjuk yang praktis dan mudah yang terkait dengan tugas-tugas akuntan. Standar biasanya terdiri dari 3 bagian: (1) uraian masalah yang harus diatasi, (2) pembahasan dengan penalaran, dan (3) keputusan atau teori, solusi ditetapkan. Ada sejumlah pertimbangan dalam penetapan standar yang harus diperhatikan:
1. Standar menyajikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah perusahaan bagi seluruh pengguna informasi,
2. Standar menyajikan petunjuk dan aturan tindakan bagi akuntan public yang memungkinkan pengujian secara hati-hati (due care) dan independent saat menggunakan keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan perusahaan, serta saat membuktikan kewajarannya.
3. Standar menyajikan kumpulan data bagi pemerintah tentang berbagai variable yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan, regulasi perusahaan, perencanaan serta regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuannya social lainnya.
Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.

MENUJU PENYUSUNAN TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
Pembuatan suatu standar mungkin dapat bermanfaat bagi suatu pihak, namu dapat juga merugikan pihak lain. Pilihan ini mendorong penyusun standar mengadopsi proses politis dalam rangka memperoleh akomodasi. Dalam menyusun standar, ada 2 pendekatan yang muncul: Pertama, pendekatan penyajian kebenaran di mana menginginkan laporan yang netral dan berusaha mencapai penyajian yang benar melalui proses penyusunan standar, dan kedua pendekatan konsekuensi ekonomik, yang menekankan pada penggunaan standar dengan konsekuensi ekonmi yang baik konsekuensi ekonomi yang buruk.

MENUJU KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kantor-kantor Akuntan Publik dan Individu
Kantor akuntan public dan individu bertanggungjawab untuk secara independent menyatakan bahwa laporan keuangan suatu perusahaan disajikan secara wajar dan akurat seluruh hasil aktivitasnya. Tugas akuntan public umumnya mencakup pengauditan, akuntansi, dan layanan untuk mengarahkan penyusunan system pencatatan data yang dapat diandalkan, memeriksa system secara periodic untuk menjamin efektivitasnya, menyiapkan laporan keuangan dengan informasi yang akurat dan menyatakan keakuratannya.
2. American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
AICPA merupakan organisasi profesi yang mengkoordinasi praktik para akuntan public bersertifikat (CPA) di Amerika. Lembaga ini memiliki dua komite teknis senior yang mempunyai peran penting-Accounting Standards Executive Committee (AcSec) dan Auditing Standards Committee (AuSec)- yang diberi wewenang untuk mewakili AICPA dalam menanggapi masalah-masalah akuntansi keuangan dan biaya serta masalah pengauditan. Komite ini mengeluarkan Statement of Position (SOPs) untuk menanggapi setiap isu akuntansi. Tahun 1959, AICPA membentuk lembaga baru, yaitu Accounting Principles Board (APB) untuk mempercepat penyajian secara tertulis tentang apa yang dimaksudkan dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum.
3. American Accounting Association (AAA)
AAA merupakan organisasi untuk pera akuntan dari bidang akademik maupun individu yang tertarik dengan perbaikan praktik dan teori akuntansi. Pada prakteknya, AAA melakukan aktivitas melalui komite-komite khusus yang bertugas untuk menyajikan kerangka laporan keuangan perusahaan. Upaya-upaya ini yang mencapai berbagai tingkat keberhasilan terdiri dari studi-studi berikut ini:
a. A Tentative of Accounting Principles Underlying Corporate Financial Statements
b. An Introduction to Corporate Accounting Standards
c. An Inquiry into Nature of Accounting
d. A Statement of Basic Accounting Theory
e. A Statement on Accounting Theory and Theory Acceptance.
4.Financial Accounting Standard Board (FASB)
FASB menggantikan APB pada tahun 1973 sebagai badan yang bertanggungjawab untuk menetapkan standar akuntansi. FASB merupakan badan yang bersifat otoritatif, independent dengan tugas menetapkan dan meningkatkan standar laporan dan akuntansi keuangan, sehingga standar-standar tersebut menaruh perhatian utama pada pencatatan informasi tentang kejadian ekonomi dan transaksi melalui cara yang berarti dalam laporan keuangan. Keanggotaan FASB, empat berasal dari praktik public dan tiga berasal dari pihak-pihak terkait dengan akuntansi (pemerintah, industri, dan pendidik).
Hubungan antara profesi akuntan dengan FASB diklarifikasikan dengan Rule 203 of the AICPA’s Code of Professional Ethics yang menyatakan bahwa setiap anggota AICPA tidak boleh menyajikan opini bahwa laporan keuangan yang disajikan sesuai prinsip-prinsip akuntansi berterima umum, apabila laporan tersebut menyimpang dari Pernyataan FASB atau interpretasinya, auat dari Opini dan ARB, kecuali dapat menunjukkan bahwa karena situasi yang tidak seperti biasanya, menyebabkan laporan keuangan dapat menyesatkan.
5.Securities and Exchange Commission (SEC)
SEC dibentuk oleh Kongres pada tahun 1934 dengan tanggungjawab utama mengangani administrasi berbagai ketentuan yang meregulasi pasar saham dan menjamin laporan serta pengungkapan yang memadai dari setiap perusahaan di Amerika. Walaupum SEC mempunyai kekuasaan untuk meregulasi praktik dan pengungkapan akuntansi, secara umum SEC tetap mengandalkan profesi akuntansi dan menggunakan kekuasaannya untuk memberikan batasan-batasan serta melakukan hak veto. SEC mendukung FASB dengan sejumlah syarat bahwa SEC tidak mendelegasikan setiap wewenang atau mengabaikan hak untuk menolak, mengubah, atau menunda pengumuman FASB melalui prosedur yang telah diregulasi.
6. Organisasi Profesi Lainnya
7. Para Pengguna Laporan Keuangan
Pengguna langsung meliputi: pemilik dan pemegang saham, pemberi pinjaman (kreditor) dan pemasok, manajemen perusahaan, dinas perpajakan, organisasi pekerja, dan pelanggan. Pengguna tidak langsung meliputi: analisis dan konsultan keuangan, pasar saham, pengacara, otoritas yang terkait dengan regulasi, kalangan berita keuangan dan agen-agen penyaji laporan, asosiasi dagang, serikat pekerja, competitor, masyakarat umum, departemen pemerintahan lainnya.

LAPORAN-LAPORAN LAIN
1. Teori-teori Regulasi
Regulasi umumnya diasumsikan akan diterima oleh industri terkait dan didesain serta dioperasikan dengan tujuan utama memperoleh keuntungan. Ada 2 kategori utama tentang regulasi industri:
a. Teori Kepentingan Umum, menyatakan bahwa regulasi disajikan untuk menanggapi permintaan public akan koreksi terhadap ketidakefisienan atau ketidaklayakan harga pasar.
b. Teori Kepentingan Kelompok atau Teori Perebutan, menyatakan bahwa regulasi disajikan untuk menanggapi permintaan kelompok tertentu dengan tujuan untuk memaksimalkan income anggotanya. Versi utama teori ini adalah The political Ruling-elite theory of Regulation yang menekankan pada kekuatan politik untuk mendapatkan pengendalian regulator dan The Economic Theory of Regulation yang menekankan pada kekuatan ekonomi.
2. Haruskah Kita Mergulasi Akuntansi?
Pihak yang tidak menginginkan regulasi menggunakan teori agensi dalam mempertanyakan, mengapa harus ada insentif untuk pembuatan laporanyang andal dan sukarela bagi pemilik. Pihak yang menginginkan regulasi menggunakan argumentansi kepentingan umum. Saat perdebatan tentang manfaat dan keterbatasab regulasi berlanjut, standar akuntansi merupakan realita dalam lingkungan akuntansi. Keunggulan dan keterbatasan berbagai penyusunan standar – baik regulatori maupun nonregulatori – dapat dinilai sebagai suatu cara untuk meningkatkan proses.
3. Pendekatan Pasar Bebas
Pendekatan pasar bebas dalam menghasilkan standar akuntansi dimulai dari asumsi dasar bahwa informasi akuntansi merupakan sebuah produk yang bersifat ekonomis, sama seperti barang atau jasa lainnya. Atas dasar itu, informasi akuntansi merupakan subjek kekuatan permintaan penggunaan dan disediakan oleh para penyaji. Namun, ada kegagalan pasar baik secara eksplisit maupun implicit dalam pasar informasi swasta:
- informasi yang bersifat monopoli oleh manajemen, investor yang naïf, ketakutan akan kegagalan gunsional, penyimpangan perhitungan, keanekaragaman prosedur, dan kurangnya objektivitas.
4. Regulasi Sektor Swasta tentang Standar Akuntansi
Pendekatan sector swasta dalam regulasi standar akuntasi menggunakan asumsi dasar bahwa kepentingan public terhadap akuntansi akan terlayani dengan baik apabila penyusunan standar diserahkan kepada sector swasta.
Pendukung pendekatan ini menggunakan argument:
- FASB terlihat responsive terhadap berbagai konstituen
- FASB tampak mampu menarik, sebagai anggota atau staf, orang-orang yang memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan system pengukuran dan pengungkapan alternative.
- FASB terlihat sukses dalam memperoleh tanggapan dari berbagai konstituensinya dan dalam menanggapi sejumlah masukan.
Penentang pendekatan ini menggunakan argument:
- FASB tidak memiliki kewenangan statutory dan kekuatan untuk memaksakan aturan yang dibuatnya, serta menghadapi tantangan penolakan oleh Kongres maupun oleh lembaga pemerintah lainnya
- FASB sering dituduh tidak independent dan konstituennya yang besar, kantor akuntan public, dan korporasi
- FASB sering dituduh lamban dalam menanggapi isu-isu utama yang krusial bagi sejumlah konstituennya.
5. Regulasi Sektor Publik tentang Standar Akuntansi
Pendukung regulasi standar akuntansi oleh sector public menggunakan argument:
- Secara umum sudah diketahui bahwa proses inovasi dalam akuntansi didasarkan pada peran lembaga pemerintahan, seperti SEC yang disebut pengganggu yang kreatif
- Diyakini bahwa struktur regulasi pasar saham yang ditetapkan melalui Securities of 1933 dan 1934 membagi perlindungan bagi para investor terhadap berbagai ancaman
- SEC dimotivasi oleh keinginan untuk menyajikan tingkat pengungkapan kepada public yang dianggap perlu dan memadai dalam pembuatan keputusan
- Tidak seperti FASB, SEC mempunyai legitimasi yang lebih besar melalui kewenangan statutory yang lebih jelas
- Sejumlah tuntutan agar sector public menjadi pengawas dan pengendali muncul di saat tujuan bertentangan dengan kepentingan umum.
Penentang pendekatan ini menggunakan argument:
- Diperlukan biaya yang besar untuk memenuhi ketentuan pemerintah dalam penyajian informasi
- Beberapa orang beragumen bahwa para birokrat mempunyai kecenderungan untuk memaksimalkan total anggaran biro mereka.
- Akan timbul kondisi yang berbahaya apabila penyusunan standar semakin bersifat politis
- Beberapa kalangan mempertanyakan tentag perlunya system pemerintahan yang didukung kekuatan kepolisian.

International Auditing

Auditor berfungsi memastikan bahwa representansi keuangan seutuhnya bebas dari bias dan tersaji secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Fungsi audit ini berkaitan dengan kerangka-kerangka konseptual seperti agency theory, information economics, permintaan dan penawaran audit, atribut-atribut produk audit, dan asuransi dan hipotesis informasi. Kesimpulan dasarnya adalah insentif-insentif ekonomi melandasi pihak-pihak untuk memiliki dan menawarkan suatu audit. Menurut Prof. Wallace, audit memenuhi 3 permintaan eksplisit: (1) Permintaan akan adanya suatu mekanisme pengawasan, (2) permintaan bagi produksi informasi untuk memperbaiki keputusan-keputusan investor, dan (3) permintaan bagi asuransi/jaminan agar terlindung dari kerugian yang diakibatkan oleh informasi yang menyimpang. Biaya operasi yang disebabkan oleh saran auditor untuk memperbaiki efisiensi operasi dapat dihemat, biaya property dan asuransi kerugian keuangan menjadi lebih rendah, berkurangnya kerugian karena kesalahan-kesalahan, biaya jasa-jasa pendukung menjadi lebih rendah, dan semakin tinggi ketaatan pada peraturan.

Suatu audit memungkinkan kreditor, banker, investor, dan pihak-pihak lain untuk menggunakan laporan keuangan dengan penuh keyakinan. Walaupun audit tidak menjamin ketepatan laporan keuangan, audit memberikan kepastian yang layak kepada para pemakai bahwa laporan keuangan entitas yang dimaksud menyajikan secara wajar, dalam semua yang material posisi keuangan, hasil-hasil operasi, arus kas sesuai GAAP. Suatu audit mempertinggi keyakinan pemakai bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material karena auditor adalah seorang yang independent, ahli yang objektif, yang paham mengenai bisnis dan kewajiban-kewajiban pelaporan keuangan dan entitas yang bersangkutan.

Walaupun aspek teknis auditing secara internasional lebih homogen daripada akuntansi dan pelaporan keuangan internasional, sejumlah variasi penting menyiratkan agar lebih banyak perhatian dicurahkan pada harmonisasi auditing internasional. Variasi-variasi ini dimulai dari aspek-aspek procedural (penekanan pada laporan audit bentuk panjang di Eropa Daratan vs laporan pendek dan teknik-teknik kertas kerja yang rumit di Negara-negara yang berbahasa Inggris) hingga filosofi-filosofi mengenai kualifikasi-kualifikasi yang pantas (persyaratan minimal gelar Mster di Jerman vs tidak ada persyaratan pendidikan sama sekali di Inggris). Tiga dimensi audit internasional untuk memungkinkan pengamatan yang agak lebih seksama: histories, karakteristik-karakteristik komparatif, dan bahasa-bahasa laporan auditor.
Pembentukan kantor akuntan multinasional adalah Inggris. Badan akuntansi paling awal adalah Society of Accountants di Edinburg. Di AS, American Accountants dibentuk pada tahun 1887. Pada tahun 1913 dan 1914, akuntan AS memberlakukan pajak: penghasilan federal dan pembentukan Federal Reserve Board dan Federal Trade Commission. Selama tahun 1980-an, kantor-kantor akuntan berkembang dan akuntansi professional akan terus menjadi suatu sector pertumbuhan dari ekonomi dunia.

Berikut cirri-ciri lingkungan audit di Jerman, Jepang, dan Belanda:
1. Jerman: standar pendidikannya tinggi untuk dapat diterima, ukuran yang kecil, kendala-kendala peraturan sangat kompleks, dan kepemimpinan internasional yang penting, terutama berkaitan dengan EC. Organisasi profesi di Jerman bercabang dua-oleh hokum Wirtschaftsprufer (WP) dan Vereidigte Buchprufer.
2. Jepang: auditing professional sulit dimengerti karena profesi akuntan di Jepang masih berjuang untuk memperoleh status social. Profesi akuntan memiliki berbagai peran, kewajiban-kewajiban audit independent yang realistis terbatas pada perusahaan-perusahaan besar dan perusahan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan kepada public, proses penyusunan standar juga terpencar karena Menteri Kehakiman mengatur kode etik perdagangan yang berlaku bagi semua perusahaan, Jepang tidak mau berinovasi di mana standar-standar auditing yang berlaku meniru habis standar-standar AS.
3. Belanda: akuntansi professional berada pada tingkat teknis yang tinggi secara internasional. Mereka telah mencapai status yang tinggi melalui pemyusunan standard an pembuatan ketentuan yang minimum. Profesi akuntan memiliki hubungan yang erat dengan universitas dan syarat-syarat pendidikan dan pengalaman praktik sangat tinggi ditinjau dari standar internasional.

Laporan auditor berbeda secara signifikan dari satu negara dengan negara yang lain. Laporan ini ada yang hanya berupa laporan sederhana mengenai ketaatan terhadap kewajiban-kewajiban hukum hingga berupa suatu prosa yang cukup panjang mengenai standar-standar dan prosedur-prosedur yang dipakai, lingkup audit, proses yang digunakan hingga dikeluarkannya pendapat audit, kesesuaian dengan standar akuntansi yang terkait, konsistensi dari standar akuntansi, auditing, dan pelaporan yang dipakai, pembebasan manajemen dari tugas-tugasnya.

International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance. Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori. Pertama, standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu : International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing, IAASB mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk penerapan standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan praktisnya. Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement (IREPSs). Kategori kedua, standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan standar assurance. Kategori terakhir adalah standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs). Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini dinamakan International Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).

Auditing internasional menghadapi sejumlah masalah yang belum terpecahkan:
1. Prinsip-prinsip dasar: apakah prinsip-prinsip dasar (IACP) bias diterima di seluruh dunia?
2. Laporan Auditor: format dan bahasa pelaporan tidak seragam secara internasional.
3. Kebebasan Profesional: kebebasan auditor menimbulkan masalah-masalah operasional dalam kegiatan kerja internasional.
4. Kondisi Audit: audit independent mungkin dalam beberapa kasus diwajibkan secara hokum dan dalam kasus-kasus tertentu dilakukan secara sukarela, fee audit di satu Negara mungkin ditentukan secara hokum dan di Negara-negara lain mungkin bergantung pada mekanisme pasar, prosedur audit secara multinasional agak kurang seragam dibandingkan dengan yang diharapkan, begitu pula dengan praktek auditnya, tingkah laku professional diatur oleh hokum di beberapa Negara, sementara di tempat-tempat lain hanya ada rekomendasi-rekomendasi dari institute-institut professional tempat para auditor bernaung untuk mencapai pengakuan dan penerimaan professional.
5. Laporan keuangan untuk digunakan di Negara lain: apakah pelaporan auditor domestic mengenai suatu entitas domestic bisa menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum di Negara lain?
6. Kepercayaan pada Auditor Luar Negeri: keseluruhan implikasi dari pemilih untuk percaya kepada auditor lain masih tidak jelas, baik dalam pengertian professional maupun dalam pengertian hokum.
7. Kualifikasi Profesi
8. Keharusan dilakukannya audit di luar negeri
9. Politisasi
10. Riset: bidang auditing masih kekurangan riset-riset yang relative mendalam
11. Auditing pemerintahan internasional
12. Penerapan standar: standar yang dikembangkan secara professional kurang memiliki kekuatan hokum, potensi perrsetujuan ekonomis, dan yang lebih umum, pengakuan politik dan diplomatic internasional, penerapan standar umumnya bergantung pada profesi itu snediri.
Fungsi audit intern dalam operasi bisnis multinasional tengah meningkat di dalam segala dimensi dan berkembang dengan baik di seluruh dunia.

Perencanaan dan Kendali Manajemen

Perencanaan dan kendali manajemen sangat penting bagi perusahaan, dalam hal ini perusahaan multinasional. Namun, pengurangan dalam hambatan perdagangan nasional terus menerus, mata uang yang mengambang, resiko kedaulatan, pembatasan terhadap pengirim dana lintas batas nasional, perbedaan dalam system pajak nasional, perbedaan tingkat suku bungan dan pengaruh harga komoditas dan ekuitas yang berubah-ubah terhadap aktiva, laba, dan biaya modal perusahaan merupakan variable yang memperumit keputusan manajemen. Persaingn global dan cepatnya penyebarn informasi mendukung semakin sempitnya perbedaan nasional dalam praktek akuntansi manajemen. Tekanan tambahan mencakup antara lain perubahan pasar dan teknologi, pertumbuhan privatisasi, insentif biaya, dan kinerja serta koordinasi operasi global melalui joint venture dan kaitan strategis lainnya.
Perusahaan dalam melakukan kendali manajemen memerlukan alat perencanaan yang dapat mengidentifikasi factor-faktor yang relevan di masa depan, pemindaian terhadap lingkungan eksternal dan internal. Alat tersebut membantu perusahaan dalam mengenali kesempatan dan tantangan yang ada. Salah satu alat tersebut adalah analisis WOTS-UP yang menyangkut kekuatan dan kelemahan perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan operasi perusahaan. Akuntan juga dapat membantu para perencana perusahaan untuk memperoleh data yang bermanfaat dalam keputusan perencanaan strategis.
Kemudian, keputusan untuk melakukan investasi luar negeri merupakan elemen yang sangat penting dalam strategi global sebuah perusahaan multinasional. Resiko investasi diikuti oleh lingkungan yang asing, rumit, dan senantiasa berubah. Perencanaan formal merupakan suatu keharusan dan umumnya dilakukan dalam suatu kerangka penganggaran modal yang membandingkan manfaat dan biaya investasi yng diusulkan. Perbedaan dalam hokum pajak, system akuntansi, laju inflasi, resiko nasionalisasi, kerangka mata uang, segmentasi pasar, pembatasan dalam pengalihan laba ditahan dan perbedaan dalam bahasa dan budaya menambah unsur-unsur kerumitan yang jarang ditemui dalam lingkungan domestic. Adaptasi (penyesuaian) oleh perusahaan multinasional atas model perencanaan investasi tradisional telah dilakukan dalam tiga bidang pengukuran: (1) menentukan pengembalian yang relevan untuk investasi multinasional, (2) mengukur ekspektasi arus kas, dan (3) menghitung biaya modal perusahaan multinasional.
Seorang manajer harus menentukan tingkat pengembalian yang relevan untk mengalisis kesempatan investasi asing. Namun, tingkat pengembalian yang relevan merupakan masalah sudut pandang: proyek luar negeri atau induk perusahaan. Pengembalian dari dua sudut pandang ini dapat berbeda secara signifikan karena beberapa hal: (1) pembatasan oleh pemerintah atas repatriasi laba dan modal, (2) biaya izin, royalt, dan pembayaran lain yang merupakan laba bagi induk perusahaan namun merupakan beban bagi anak perusahaan, (3) perbedaan laju inflasi nasional, dan (4) perubahan kurs valuta asing, dan (5) perbedaan pajak. Manajer keuangan harus memenuhi banyak tujuan dengan memberikan respons kepada kelompok investor dan noninvestor di organisasi dan di lingkungannya. Jika siatu investasi asing tidak menjanjikan pengembalian yang telah disesuaikan resiko yang nilainya lebih dari pengembalian yang diperoleh pesaing local, maka pemegang saham induk perusahaan akan lebih baik untuk berinvestasi langsung di perusahaan local.
Bagi manajer perusahaan multinasional, mengukur ekspektasi arus kas suatu investasi asing merupakan hal yang cukup menantang. Perkiraan penerimaan didasarkan pada proyeksi penjualan dan pengalaman antipasti penagihan. Beban operasi dan pajak local juga sama-sama diramalkan. Namun demikian, terdapat tambahan kerumitan yang harus dipertimbangkan:
- arus kas proyek vs induk perusahaan
- arus kas induk perusahaan yang terkait dengan pendanaan
- pendanaan yang bersubsidi
- resiko politik
Proses ini juga harus mempertimbangkan pengaruh perubahan dan fluktuasi nilai mata uang atas ekspektasi pengembalian mata uang asing.
Sumber utama arus kas induk meliputi pinjaman dari induk perusahaan, dividen, biaya lisensi, beban overhead, royalty, harga transfer untuk pembelian dari atau penjualan kepada induk perusahaan, dan estimasi nilai akhir proyek. Pengukuran arus kas ini memerlukan pemahaman atas perbedaan akuntansi nasional, kebijakan repatriasi pemerintah, laju inflasi, dan kurs potensial masa depan serta perbedaan pajak.
Perbedaan dalam prinsip akuntansi menjadi relevan jika manajer keuangan bergantung pada laporan keuangan pro forma dengan dasar local ketika mengestimasikan arus kas masa depan. Apabila aturan pengukuran yang digunakan untuk menyusun akun-akun ini berbeda dari aturan yang digunakan di Negara asal induk perusahaan, maka dapat terjadi perbedaan dalam estimasi arus kas.
Penyusunan system informasi seluruh dunia milik suatu perusahaan merupakan hal krusial dalam mendukung strategi perusahaan, termasuk proses perencanaan. Keadaan geografi, komunikasi informasi secara formal umumnya menggantikan kontak pribadi antara manajer operasi local dengan manajer kantor pusat. Perkembangan dalam teknologi informasi seharusnya mengurangi, tetapi tidak akan menghilangkan sama sekali kerumitan ini. Rancangan system berpengaruh pada keberhasilan yang dicapai:
1. penyebaran rendah dengan sentralitas yang tinggi, digunakan oleh organisasi yang lebih kecil dengan operasi bisnis internasional yang terbatas, dan system informasi domestic yang mendominasi kebutuhan.
2. penyebaran tinggi dengan sentralisasi yang rendah, digunakan oleh perusahaan multinasional dengan operasi di wilayah geografis yang berbeda-beda.
3. penyebaran yang tinggi dengan sentralitas yang tinggi, dijalankan oleh perusahaan dengan aliansi strategi di seluruh dunia.
Akuntansi manajemen mempersiapkan sejumlah informasi untuk manajemen perusahaan mulai dari pengumpulan data hingga laporan likuiditas dan ramalan operasional berupa berbagai jenis pengeluaran beban. Factor-faktor lingkungan juga mempengaruhi penggunaan informasi yang dihasilkan secara internal. Misalnya pengaruh budaya. Budaya yang tidak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas cenderung untuk lebih siap menerima teknologi informasi dibandingkan mereka yang tidak nyaman. Factor translasi juga mempengaruhi penggunaan informasi yang dihasilkan. FAS No 52 mewajibkan penggunaan metode translasi temporal ketika melakukan translasi akun-akun perusahaan afiliasi luar negeri yang berada dalam lingkungan berafiliasi tinggi. Meskipun demikian, ketentuan tersebut tidak memenuhi kebutuhan informasi perusahaan yang beroperasi di Negara-negara dengan inflasi tinggi karena cenderung menimbulkan distorsi realitas melalui:
- menilai lebih atau menilai kurang pendapatan dan beban
- melaporkan keuntungan atau kerugian translasi yang besar yang sulit untuk diinterpretasikan
- mendistorsi perbandingan kinerja antarwaktu.
Mengapa kita perlu memperhatikan distorsi ini?
- Sistem pelaporan tradisional memiliki pengaruh yang buruk terhadap perilaku tenaga penjualan
- System pelaporan trandisional tidak memberikan motivasi bagi tenaga penjualan untuk memfakturkan dan mengirimkan lebih dahulu di bulan itu
- System ini memanipulasi hasil
Agar suatu system pengendalian di perusahaan multinasional berfungsi dengan baik, maka biasanya system yang digunakan banyak perusahaan multinasional untuk mengendalikan operasi luar negerinya dalam banyak hal banyak hal sama dengan yang digunakan secara domestic. Bagian-bagian system yang umumnya dikirim keluar meliputi control keuangan dan anggaran serta kecenderungan untuk menerapkan standar yang sama yang dikembangkan untuk mengevaluasi operasi domestic.
Setelah tujuan strategis dan anggaran modal dibuat, selanjutnya manajemen memfokuskan diri pada perencanaan jangka pendek. Perencanaan jangka pendek mencakup pembuatan anggaran operasional atau rencana laba apabila diperlukan dalam organisasi. Rencana laba ini merupakan dasar bagi peramalan manajemen kas, keputusan operasi, dan skema kompensasi manajemen. Rencana laporan laba rugi perusahaan afiliasi asing pertama-tama dikonversikan menurut prinsip-prinsip akuntansi yang dianut di Negara asal induk perusahaan dan ditranslasikan dari mata uang local ke dalam mata uang induk perusahaan.

Pendapatan

Pengertian Pendapatan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (1999:233) dalam buku Standart Akuntansi Keuangan menyebutkan bahwa pendapatan adalah: “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode, bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Sedangkan menurut Accounting Principle Board dikutip oleh Theodorus Tuanakotta (1984:153) dalam buku Teori Akuntansi pengertian pendapatan adalah” Pendapatan sebagai inflow of asset kedalam perusahaan sebagai akibat penjualan barang dan jasa”.
Selain itu menurut Commite On Accounting Concept and Standart dari AAA dikutip oleh Theodorus Tuonakotta (1984:144) dalam buku teori Akuntansi memberikan definisi pendapatan adalah” Pernyataan moneter mengenai barang dan jasa yang ditransfer perusahaan kepada langganan-langganannya dalam jangka waktu tertentu”.
Paton dan Littleton mengemukakan bahwa pengertian pendapatan dapat ditinjau dari aspek fisik dan moneter. Hal ini juga dikemukakan Suwardjono (1984:167) dalam buku teori Akuntansi Perekayasaan Akuntansi Keuangan bahwa dari aspek fisik pendapatan dapat dikatakan sebagai hasil akhir suatu aliran fisik dalam proses menghasilkan laba. Aspek moneter memberikan pengertian bahwa pendapatan dihubungkan dengan aliran masuk aktiva yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas.

Pengukuran Pendapatan
Pendapatan diukur dengan nilai wajar yang dapat diterima, jumlah pendapatan biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli yang diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah discount dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan, umumnya berbentuk kas atau setara kas.
Bila arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau yang dapat diterima.
Bila barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat nilai yang sama maka pertukaran tidak dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Dan bila barang dijual atau jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.
Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.

Pengakuan Pendapatan
Pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi pada umumnya didasarkan pada konsep objektivitas yaitu bahwa jumlah rupiah tersebut dapat diukur secara cukup pasti dan ada keterlibatan pihak independen dalam pengukurannya. Dengan kata lain harus ada bukti yang cukup objektif untuk dapat mengakui. Bila kondisi atau kejadian tertentu menjadikan kriteria tersebut dipenuhi maka kondisi atau kejadian tersebut akan memicu pengakuan pendapatan.
Secara umum ada dua kriteria pengakuan pendapatan yaitu:
1. Pendapatan baru dapat diakui bilamana jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi atau cukup pasti akan segera terealisasi (Realized atau Realizable). Pendapatan dapat dikatakan telah terealisasi bilamana telah terjadi transaksi pertukaran produk atau jasa hasil kegiatan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Pendapatan dapat dikatakan cukup pasti akan segera terealisasi bilamana barang penukar yang diterima dapat dengan mudah dikonversi menjadi sejumlah kas atau setara kas yang cukup pasti.
2. Pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan tersebut sudah terhimpun atau terbentuk (earned). Pendapatan dapat dikatakan telah terhimpun bilamana kegiatan menghasilkan pendapatan tersebut telah berjalan dan secara substansial telah selesai sehingga suatu unit usaha berhak untuk menguasai manfaat yang terkandung dalam pendapatan.
Kedua kriteria diatas harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan walaupun bobot pentingnya untuk suatu keadaan tertentu dapat berbeda. Kriteria pengakuan pendapatan yang lebih teknis dikemukakan oleh kami bahwa pendapatan dapat diakui kalau memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Keterukuran nilai aktiva
2. Terjadinya transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai.
Kebanyakan perusahaan dasar penjualan sebagai saat pengakuan dan pengukuran pendapatan adalah yang paling jelas dan obyektif daripada dasar lain yang dapat dipakai.
Menurut Paton dan Littleton dan dikutip oleh Suwardjono (1984:154) dalam buku Teori Akuntansi Perekayasaan Akuntansi Keuangan alasan yang mendukung bahwa pendapatan pada saat penjualan merupakan suatu standart yang utama sehingga mendasari pada pengertian dan konsep tentang pendapatan sebagai berikut:
- Pendapatan adalah merupakan jumlah rupiah yang menyatakan produk akhir operasi perusahaan dan oleh karena itu harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik kegiatan yang menentukan dalam aliran kegiatan operasi kegiatan.
- Pendapatan harus benar-benar terjadi dan didukung dengan timbulnya aktiva baru yang dapat dipercaya (sah), sebaiknya berupa kas atau piutang.
Maka dapat disimpulkan dari pengertian pendapatan diatas bahwa saat penjualan merupakan titik yang menentukan untuk dapat menimbulkan pendapatan yang memenuhi pengertian atau persyaratan diatas. Saat penjualan dapat dijadikan saat pengakuan karena proses realisasi pendapatan telah terjadi.
Penjualan baru dapat dikatakan terjadi bilamana telah terjadi peralihan hak milik atas barang, akan tetapi peralihan hak milik merupakan masalah yang sangat teknis dan untuk dasar penentuan saat pengakuan dalam prosedur pembukuan pendapatan disarankan untuk tidak terlalu menekankan pada aspek yuridis formal karena kegiatan penjualan sendiri terdiri atas rangkaian kegiatan yaitu berupa penjualan yang kontinyu.
Ada beberapa keberatan yang sering diajukan terhadap pengakuan pendapatan atas dasar penjualan yaitu:
- Keberatan utama terhadap pemakaian dasar penjualan adalah bahwa sebelum penjualan itu dilunasi dan dianggap selesai, hasil akhir penjualan itu sendiri menjadi tidak pasti. Ada kemungkinan barang dikembalikan dan tidak seluruh piutang dapat tertagih. Disamping itu terdapat juga biaya-biaya yang timbul setelah penjualan, misalnya biaya administrasi, biaya pengganti suku cadang yang rusak akibat pengiriman dan lain-lain.
- Bahwa piutang pada umumnya yaitu aktiva baru yang mendukung timbulnya pendapatan yang diakui atas dasar penjualan kredit, tidaklah merupakan aktiva yang mempunyai daya beli yang nyata dan oleh karenanya bukan merupakan pendukung yang memadai terhadap pendapatan yang terealisasi.

Pengertian Penjualan Angsuran
Menurut Allan R. Drebin (1996: 121) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan penjualan angsuran barang dagangan adalah:
“Penjualan barang dagangan yang pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Dan didalam penjualan angsuran barang-barang dagangan mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1. Pembayaran Uang Muka
Yaitu pembayaran uang muka yang dilaksanakan secara tunai yang jumlahnya sebesar persentase tertentu dari harga jual barang atau sebesar jumlah rupiah yang telah ditentukan
2. Pembayaran Angsuran
Yaitu pembayaran uang tunai periodik sebagai pembayaran angsuran yang besarnya telah ditentukan sebelumnya atau ditentukan besar kecilnya yang tergantung pada lamanya jangka waktu angsuran.
Menurut Hadori Yunus Harnanto (1987:6) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap yaitu pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, penjual menerima pembayaran pertama sebagai bagian dari harga penjualan (down payment) dan sisanya dibayar dalam beberapa kali angsuran.
Dan untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat bentuk perjanjian (kontrak penjualan) penjualan angsuran sebagai berikut:
1. Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract). Dimana barang-barang telah diserahkan, tetapi hak atas barang-barang masih berada di tangan penjual sampai seluruh pembayarannya pertama.
2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayarannya pertama telah dilakukan hak milik dapat diserahkan kepada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotik untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada si penjual.
3. Hak milik atas barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh pembeli baru trustee menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan dengan membuat akte kepercayaan.
4. Beli-sewa (lease-purchase), dimana barang yang telah diserahkan kepada pembeli. Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas, baru sesudah itu hak milik berpindah kepada pembeli.
Untuk mengurangi atau menghindarkan kemungkinan kerugian yang terjadi dalam pemilikan kembali, faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut:
1. Besarnya pembayaran pertama (down payment) harus cukup untuk menutup semua kemungkinan terjadinya penurunan harga barang tersebut dari semula barang baru menjadi barang bekas.
2. Jangka waktu pembayaran diantara angsuran yang satu dengan yang lain hendaknya tidak terlalu lama, kalau dapat tidak lebih dari satu bulan.
3. Besarnya pembayaran angsuran periodik harus diperhitungkan cukup untuk menutup kemungkinan penurunan nilai barang-barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu dengan pembayaran angsuran berikutnya.

Penjualan Angsuran untuk Barang-Barang Bergerak
Dalam pencatatan transaksi-transaksi penjualan perlu untuk membedakan antara penjualan reguler (reguler sales) dan penjualan angsuran (installment sales). Hal ini sangat penting bagi data untuk perhitungan laba kotor yang diakui sebagai hasil penerimaan pembayaran piutang dari penjualan angsuran.
Metode yang digunakan dalam pencatatan penjualan barang-barang bergerak adalah:
1. Metode Periodik
Harga pokok penjualan dicatat pada akhir periode sedangkan pembelian tidak langsung dicatat ke rekening persediaan. Begitu juga dalam penjualan barang rekening persediaan tidak dicatat dalam kredit.
2. Metode Perpetual
Harga pokok penjualan baik penjualan reguler maupun angsuran harus disusun secara up to date. Rekening harga pokok penjualan reguler atau angsuran didebet dan rekening persediaan barang dagangan dikredit.

Penjualan Angsuran dengan Tukar Tambah (Trade in)
Dalam penjualan angsuran perusahaan kadang menerima barang tukar tambah sebagai pembayaran sebagian atas kontrak penjualan angsuran barang yang baru.
Menurut Hadori Yunus (1987:128) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan yang dimaksud pertukaran yaitu:
Apabila penjualan menyerahkan barang baru dengan perjanjian angsuran sedang pembayaran pertama (down payment) dari pembeli berupa penyerahan barang bekas. Barang-barang bekas tersebut dinilai atas dasar perjanjian yang telah diadakan antara penjual dan pembeli.
Bagi si penjual meskipun ia sudah terikat dengan perjanjian penjualan angsuran yang telah dibuat tetapi untuk lebih aman maka barang yang terutama dari penukaran tadi harus dinilai kembali dengan memperhatikan kemungkinan adanya perbaikan, serta tingkat laba yang diharapkan dari penjualan barang bekas tersebut.
Dalam hal ini terhadap barang-barang yang diterima harus dicatat sebesar harga penilaian yang dianggap sebagai cost. Sedangkan jumlah harga barang yang diterima menurut tawar-menawar dalam perjanjian trade in, bukan merupakan cost tetapi merupakan harga pertukaran.

Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali
Apabila si pembeli gagal memenuhi kewajiban seperti yang tercantum di dalam surat perjanjian penjualan angsuran maka barang-barang yang bersangkutan ditarik penjual. Dalam hal ini pencatatan yang harus dilakukan dalam buku-buku si penjual, akan menyangkut:
1. Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan
2. Menghapuskan saldo piutang penjualan atas barang-barang tersebut
3. Menghapuskan saldo laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran yang bersangkutan
4. Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang tersebut.
Sebagaimana halnya dengan persoalan pertukaran seperti diterangkan di muka dalam pemilikan barang kembali barang dagangan jug diperlukan, maka dalam pemilikan barang dagangan juga diperlukan penilaian kembali harga barang yang bersangkutan. Menurut pendapat Allan R. Drebin (1996:134) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan bahwa: penilaian kembali harga barang tersebut, harus mempertimbangkan juga sejumlah keuntungan normal yang dapat diharapkan apabila barang itu dijual kembali.

Bunga Pada Penjualan Angsuran
Kontrak penjualan angsuran sering menetapkan beban untuk bunga atas saldo yang terhutang, bunga ini biasanya dibayar bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga kontrak.
Persetujuan untuk pembayaran bunga berkala pada umumnya mengambil salah satu dari bentuk sebagai berikut:
1. Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran. Cara semacam ini sering disebut sebagai “Long and Interest”.
2. Bunga diperhitungkan atas masing-masing angsuran yang harus dibayar, dari tanggal kontrak penjualan angsuran ditandatangani sampai tanggal pembayaran angsuran. Bunga yang dihitung dengan cara ini disebut bunga jangka pendek “Short and Interest”.
3. Pembayaran berkala dalam jumlah yang sama dan menyatakan bunga atas saldo pokok yang terhutang antara periode angsuran, sisanya merupakan pengurangan dalam saldo pokok.
4. Bunga sepanjang periode pembayaran dihitung atas harga pokok semula.
Perhitungan bunga bisa dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Bunga periodik diperhitungkan dari sisa harga kontrak pada setiap awal angsuran.
2. Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar atas dasar jangka waktu angsuran yang bersangkutan

Metode Penetapan Laba Kotor Pada Penjualan Angsuran.
Pada metode penetapan laba kotor pada penjualan angsuran terdapat dua pendekatan yaitu:
1. Laba kotor dapat dikaitkan dengan periode penjualan yang terjadi.
Penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi dengan penanganan seperti penjualan biasa. Laba kotor ditetapkan pada saat penjualan saat dimana barang-barang ditukarkan dengan klaim yang secara hukum dapat dipaksakan terhadap pembeli. Prosedur ini membutuhkan penetapan semua beban yang menyangkut penyelenggaraan penjualan piutang tak tertagih, pada saat penjualan. Hal ini dengan mendebet perkiraan beban dan mengkredit penyisihan untuk beban yang diantisipasi.
2. Laba kotor dapat dikaitkan dengan periode penagihan per kas atau kontrak angsuran .
Penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi khusus dengan penanganan laba kotor yang dilakukan dalam periode dimana piutang itu timbul.
Prosedur penetapan laba kotor dalam periode penagihan per kas adalah:
1. Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok.
Penagihan per kas atas kontrak penjualan angsuran menentukan perolehan kembali harga pokok. Setelah harga pokok perolehan kembali maka semua penagihan berikutnya dianggap sebagai laba.
2. Penagihan dipandang sebagai realisasi laba.
Penagihan dapat dipandang sebagai realisasi laba kotor atas penjualan angsuran. Setelah seluruh laba atas transaksi ditetapkan maka semua penagihan per kas berikutnya dianggap sebagai perolehan kembali harga pokok.
3. Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok dan realisasi laba.
Setiap penagihan atas kontrak penjualan angsuran dianggap baik sebagai perolehan kembali harga pokok maupun sebagai realisasi laba dalam rasio dimana kedua faktor ini terdapat dalam harga jual awal.

Penyusunan laporan Keuangan Pada Penggunaan Metode Penjualan Angsuran
Neraca dari perusahaan yang melakukan penjualan angsuran mencakup piutang penjualan angsuran dan saldo laba kotor yang belum direalisasi atas piutang penjualan angsuran. Apabila aktiva lancar yang dipegang mencakup sumber daya yang layak untuk direalisasi menjadi penerimaan kas, maka piutang penjualan angsuran memenuhi syarat untuk dicantumkan sebagai piutang lancar. Dalam melaporkan piutang penjualan angsuran sebagai piutang lancar pengungkapan tanggal jatuh tempo kontrak penjualan angsuran akan memberikan penilaian atau gambaran terhadap neraca mengenai posisi laporan keuangan perusahaan.
Berkaitan dengan pengelompokan yang tepat atas saldo laba kotor yang belum direalisasi dalam neraca, saldo harus dilaporkan sebagai:
1. Sebuah pos kewajiban atau hutang yang harus dimasukkan dibawah judul pendapatan yang ditangguhkan.
2. Sebuah perkiraan penilaian aktiva yang harus dikurangkan dari piutang penjualan angsuran.
3. Sebuah pos modal yang harus dimasukkan sebagai bagian dari laba yang ditahan.
Laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran biasanya dilaporkan dalam neraca pada pos kewajiban atau hutang lancar.
Laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran terdiri dari laba kotor yang belum direalisasi untuk tahun sebelumnya dan laba kotor yang belum direalisasi untuk tahun sekarang atau tahun dimana penjualan angsuran berakhir.
Penagihan atas kontrak penjualan angsuran ditetapkan bahwa penjualan angsuran telah menghasilkan laba kotor sebagaimana halnya dengan penjualan biasa. Penyisihan untuk beban yang kontinyu, yang masih diantisipasi dalam penagihan piutang penjualan angsuran yang meliputi beban-beban yang timbul dari ketidakmampuan membayar dan pemilikan kembali. Penyisihan ini dikurangkan dari saldo piutang penjualan angsuran, saldo yang menyatakan laba bersih yang ditetapkan pada kontrak penjualan angsuran jumlah ini dapat dilaporkan sebagai laba yang ditahan, yang tidak harus digunakan sampai piutang penjualan angsuran dapat tertagih.
Dengan mengelompokkan kembali saldo laba kotor yang belum direalisasi maka laba atas penjualan angsuran akan ditetapkan sebagai pos akrual untuk tujuan laporan keuangan. Perhitungan rugi-laba untuk perusahaan yang melakukan penjualan biasa dan penjualan angsuran, menunjukkan laba kotor untuk masing-masing jenis penjualan total laba kotor untuk masing-masing jenis penjualan total laba kotor. Neraca dan perhitungan rugi-laba yang akan memberikan analisa-analisa laba kotor atas penjualan angsuran.

Kewajiban (Liabilities)

Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 35):
Liabilities are probable future sacrifice of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut:
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise resources embodying economic benefit.

Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisikan kewajiban sebagai berikut (prg. 12):
Liabilities are the future sacrifice of service potential or future economic benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a result of past transaction or other past events.

Seperti dalam mendefinisikan aset, APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dengan menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):
Liabilities – economic obligations of an enterprise that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles. Liabilities also include certain deferred credits that are not obligations but that are recognized and measured in comformity with generally accepted accounting principles

Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber lain. Definisi IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda dengan definisi FASB.
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB lebih bersifat structural daripada semantik. Hal ini berbeda daripada AASB yang memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pos-pos tertentu yang bukan keharusan (not obligations) untuk mengorbankan sumber ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak (unearned rent revenues).
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, (b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu. Seperti aset, karakteristik (a) merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek sematik sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih memuat aspek struktural pengakuan.

Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas (duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha. Cukup pasti di masa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat pengorbanan manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau atas permintaan pihak lain (on demand).

Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang. Pengertian ”sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa yang akan datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the price of delay).
Keharusan Kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally enforceable). Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty).
Keharusan Konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan atau memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas (duties) kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, dan benar menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice). Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty) yang menyangkut laba (gain contingency) atau rugi (loss contingency) yang mungkin terjadi. Munculan (outcome) yang harus dikonfirmasi dengan kejadian atau syarat masa datang untuk kedua kebergantungan tersebut adalah:
1. Yang berkaitan dengan kebergantungan laba.
2. Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi.
a. Cukup pasti (probable)
b. Agak pasti (reasonably possible)
c. Jauh dari pasti (remote)

Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Transaksi masa lalu yang dimaksud di sini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena perusahaan mendapat pinjaman bank (dengan kontrak), keharusan sekarang berupa keharusan kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi (berupa pokok pinjaman dan bunga) yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa datang (suatu saat setelah akhir perioda tersebut). Dalam hal ini, penandatanganan kontrak merupakan peristiwa yang telah terjadi yang menimbulkan keharusan. Akan tetapi, tidak semua penandatanganan kontrak dengan sendirinya menimbulkan keharusan. Sebelum salah satu pihak melaksanakan (to perform) apa yang diperjanjikan, kontrak akan bersifat eksekutori.

Hak-Kewajiban Tak bersyarat
Konsep ini menyatakan ”tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak menurut Most (1982, hlm. 352):
1. Tanggal kontrak ditandatangani.
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak kontruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama konstruksi berjalan.
b. Pada saat kontruksi dimulai.
Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan saksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Berkekuatan mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.

Karakteristik Pendukung Kewajiban
Keharusan membayar kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.
Identitas terbayar jelas. Yang terpenting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.
Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis (legal claims) yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstraktif dan demi keadilan.

Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penangguhan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau kejadian yang membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha dari keharusan untuk melunasinya.

Pengakuan
Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu (hlm. 119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum. Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
1. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat.
2. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
3. Bersamaan dengan pengakuan aset.
4. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.

Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAC No. 5, prg. 4):
1. Ketertagihan piutang usaha.
2. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
3. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
4. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
5. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
6. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi.
7. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
8. Jaminan atas utang pihak lain.
9. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.

Pengukuran
Pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.

Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin asset, pengukuran juga mengikuti pengukuran asset.

Diskun dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit.

Makna Harga Efektif Obligasi
Selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi. Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila tidak memperhatikan perhitungan bunga periodik dan akumulasi diskun. Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.

Diskun Obligasi
Diskun utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi.


Premium Obligasi
Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (deferred income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan utang.

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala)
Kewajiban Nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena timbul karena penerimaan pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.

Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal (face value) kewajiban.

Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga dia terbebas dari kewajiban tersebut.
Pada mulanya FASB menetukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg. 3) sebagai berikut:
1. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan (probable) bahwa kreditor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun (debt under any guarantees).
3. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

Ketentuan di atas telah diganti melalui SFAS No. 125 yaitu:
1. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.

Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat takbersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.

Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata lain, debitor tidak mengakui adanya untung atau rugi fluktuasi harga. Oleh karena itu, bila utang dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutnya sebagai early extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.

Utang Terkonversi
Instrumen finansial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau konvertibel (convertible debt) merupakan salah satu instrumen finansial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instrumen semacam ini merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid securities).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi (convertible bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu, harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa (nonterkonversi/nonconvertible) dengan tingkat risiko (rating) yang sama. Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hak konversi yang setara dengan hak opsi atau waran (options atau warrants) seandainya saham diterbitkan secara terpisah.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya mempunayai karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.

Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraph 44):
1. diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan; atau
2. jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau mengkontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Ada kalanya hak mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat (conditional contracts) dan kontrak pertukaran (exchange contracts).
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat mengubah saat (timing) penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah futures contracts dan forward purchase-sale contract. Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah interest rate swaps dan currency swaps.
Hak mengkompensasi adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu.
2. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengkompensasi jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3. Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4. Hak mengkompensasi terpaksakan secara hukum