Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 35):
Liabilities are probable future sacrifice of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transactions events.
(Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi kewajiban sebagai berikut:
A liability is a present obligation of the enterprise arising from past events, the settlement of which is expected to result in an outflow from the enterprise resources embodying economic benefit.
Dalam Statement of Accounting Concepts No. 4, Australian Accounting Standard Board (AASB) mendefinisikan kewajiban sebagai berikut (prg. 12):
Liabilities are the future sacrifice of service potential or future economic benefits that the entity is presently obliged to make to other entities as a result of past transaction or other past events.
Seperti dalam mendefinisikan aset, APB No. 4 mendefinisikan kewajiban dengan menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan sebagai berikut (prg. 132):
Liabilities – economic obligations of an enterprise that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles. Liabilities also include certain deferred credits that are not obligations but that are recognized and measured in comformity with generally accepted accounting principles
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara sistematik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber lain. Definisi IASC dan AASB secara substantif tidak berbeda dengan definisi FASB.
APB No. 4 mendefinisi kewajiban dalam dua kata kunci yaitu economic obligations yang dihubungkan dengan generally accepted accounting principles (GAAP). Ini berarti bahwa APB menggabungkan pengertian kewajiban sekaligus menetapkan kriteria pengakuan dan pengukuran. Dengan demikian, pengertian kewajiban menjadi tidak lengkap tanpa memahami pengertian GAAP sehingga secara semantik definisi APB kurang lengkap dan kurang bersifat umum. Jadi, definisi APB lebih bersifat structural daripada semantik. Hal ini berbeda daripada AASB yang memisahkan antara pengertian (yang cukup luas dan lengkap) dan prosedur pengukuran dan pengakuan. Berbeda dengan definisi-definisi yang lain, APB memasukkan pos-pos tertentu yang bukan keharusan (not obligations) untuk mengorbankan sumber ekonomik sebagai bagian dari kewajiban. Pos-pos ini secara umum disebut kredit tangguhan misalnya pos pendapatan sewa takterhak (unearned rent revenues).
Dengan berbagai variasi di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu: (a) pengorbanan manfaat ekonomik masa datang, (b) keharusan sekarang untuk mentransfer aset, dan (c) timbul akibat transaksi masa lalu. Seperti aset, karakteristik (a) merupakan kriteria utama dan lebih memuat aspek sematik sedangkan kriteria (b) dan (c) lebih memuat aspek struktural pengakuan.
Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas (duty) atau tanggung jawab (responsibility) kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha. Cukup pasti di masa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak. Demikian juga, saat pengorbanan manfaat ekonomik dapat ditentukan atas dasar kejadian tertentu atau atas permintaan pihak lain (on demand).
Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan (obligations atau duties) sekarang. Pengertian ”sekarang” (present) dalam hal ini mengacu pada dua hal: waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya, pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan (secara yuridis, etis, atau rasional) pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Tentu saja jumlah rupiah pengorbanan yang dipaksakan pada tanggal neraca tidak akan sebesar jumlah rupiah yang akan dibayar di masa yang akan datang (setelah tanggal neraca). Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan (the time value of money or the price of delay).
Keharusan Kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari (unavoidable) dan yang dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally enforceable). Penghindaran kewajiban dari keharusan kontraktual menimbulkan sanksi atau hukuman (penalty).
Keharusan Konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan atau memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik (best business practices) atau etika bisnis (business ethics) dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Keharusan ini muncul dari tugas (duties) kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, dan benar menurut hati nurani (conscience) dan rasa keadilan (sense of justice). Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial atau moral.
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya (jumlah rupiahnya atau jadi-tidaknya dipenuhi) tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu di masa datang. Kebergantungan (contingency) adalah suatu kondisi, situasi, atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty) yang menyangkut laba (gain contingency) atau rugi (loss contingency) yang mungkin terjadi. Munculan (outcome) yang harus dikonfirmasi dengan kejadian atau syarat masa datang untuk kedua kebergantungan tersebut adalah:
1. Yang berkaitan dengan kebergantungan laba.
2. Yang berkaitan dengan kebergantungan rugi.
a. Cukup pasti (probable)
b. Agak pasti (reasonably possible)
c. Jauh dari pasti (remote)
Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Transaksi masa lalu yang dimaksud di sini adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi. Sebagai contoh, karena perusahaan mendapat pinjaman bank (dengan kontrak), keharusan sekarang berupa keharusan kontraktual timbul pada akhir perioda akuntansi (berupa pokok pinjaman dan bunga) yang menuntut pengorbanan sumber ekonomik masa datang (suatu saat setelah akhir perioda tersebut). Dalam hal ini, penandatanganan kontrak merupakan peristiwa yang telah terjadi yang menimbulkan keharusan. Akan tetapi, tidak semua penandatanganan kontrak dengan sendirinya menimbulkan keharusan. Sebelum salah satu pihak melaksanakan (to perform) apa yang diperjanjikan, kontrak akan bersifat eksekutori.
Hak-Kewajiban Tak bersyarat
Konsep ini menyatakan ”tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis, konsep ini diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu (to perform). Kontrak-kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling-mengimbangi takbersyarat (unconditionally offsetting contracts) atau kontrak eksekutori (executory contracts).
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak menurut Most (1982, hlm. 352):
1. Tanggal kontrak ditandatangani.
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak.
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak.
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain.
5. Tanggal objek kontrak telah diserahkan.
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, kalau ada.
7. Dalam kasus kontrak kontruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama konstruksi berjalan.
b. Pada saat kontruksi dimulai.
Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan saksama dengan memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat yaitu:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban.
b. Berkekuatan mengikat (firmness of the commitment) yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan.
c. Kebermanfaatan bagi keputusan.
Karakteristik Pendukung Kewajiban
Keharusan membayar kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kewajiban karena dua hal yaitu: (1) sebagai bukti adanya suatu kewajiban dan (2) sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif.
Identitas terbayar jelas. Yang terpenting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik di masa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.
Berkekuatan hukum. Memang pada umumnya, keharusan suatu entitas untuk mengorbankan manfaat ekonomik timbul akibat klaim yuridis (legal claims) yang mempunyai kekuatan memaksa. Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstraktif dan demi keadilan.
Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Kalau aset yang direpresentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penangguhan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat atau diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi atau kejadian yang membatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha dari keharusan untuk melunasinya.
Pengakuan
Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu (hlm. 119-120):
1. Ketersediaan dasar hukum. Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2. Keterterapan konsep dasar konservatisma. Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung.
3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi.
4. Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 675-676) menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
1. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat.
2. Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
3. Bersamaan dengan pengakuan aset.
4. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut (SFAC No. 5, prg. 4):
1. Ketertagihan piutang usaha.
2. Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
3. Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
4. Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
5. Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
6. Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi.
7. Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
8. Jaminan atas utang pihak lain.
9. Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.
Pengukuran
Pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap tidak material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai implisit (implied cash cost). Karena kewajiban merupakan bayangan cermin asset, pengukuran juga mengikuti pengukuran asset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit.
Makna Harga Efektif Obligasi
Selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi. Bagi penerbit obligasi, perhitungan biaya bunga menjadi tidak lengkap (tepat) apabila tidak memperhatikan perhitungan bunga periodik dan akumulasi diskun. Jumlah rupiah utang obligasi tiap saat (keharusan saat itu) sebelum jatuh tempo akan terlalu besar apabila dinyatakan sebesar nominalnya.
Diskun Obligasi
Diskun utang obligasi pada waktu penerbitan adalah suatu jumlah rupiah debit yang menunjukkan biaya bunga yang harus dibayar pada tanggal jatuh tempo. Dengan demikian, diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal (jatuh tempo) utang obligasi.
Premium Obligasi
Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (deferred income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan utang.
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti (baik jumlah tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala)
Kewajiban Nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena timbul karena penerimaan pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.
Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal (face value) kewajiban.
Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga dia terbebas dari kewajiban tersebut.
Pada mulanya FASB menetukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban dalam SFAC No. 76 (prg. 3) sebagai berikut:
1. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan (probable) bahwa kreditor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun (debt under any guarantees).
3. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian (trust) yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
Ketentuan di atas telah diganti melalui SFAS No. 125 yaitu:
1. Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban.
2. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang (obligor) utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.
Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial (termasuk kas), barang, atau jasa. Pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan aset atau kreditor secara finansial. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat takbersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor. Dengan kata lain, debitor tidak mengakui adanya untung atau rugi fluktuasi harga. Oleh karena itu, bila utang dilunasi sebelum jatuh tempo (APBO No. 26 menyebutnya sebagai early extinguishment of debt), debitor harus menebus utang tersebut dengan harga pasarnya sehingga dapat terjadi selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
Utang Terkonversi
Instrumen finansial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau penjaminan sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkonversi atau konvertibel (convertible debt) merupakan salah satu instrumen finansial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instrumen semacam ini merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid securities).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi (convertible bond). Obligasi terkonversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat menggeser risiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum. Oleh karena itu, harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa (nonterkonversi/nonconvertible) dengan tingkat risiko (rating) yang sama. Kelebihan ini dapat dipandang sebagai harga hak konversi yang setara dengan hak opsi atau waran (options atau warrants) seandainya saham diterbitkan secara terpisah.
Hendriksen dan van Breda (1991, hlm. 688) menunjukkan bahwa obligasi terkonversi biasanya mempunayai karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
2. Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset lancar disajikan menurut likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang ini harus dibayar lebih dahulu. Juga, dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasi sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraph 44):
1. diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan; atau
2. jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Hak Mengkompensasi
Telah disinggung sebelumnya bahwa kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau mengkontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Ada kalanya hak mengkompensasi diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat (conditional contracts) dan kontrak pertukaran (exchange contracts).
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tertentu terjadi dan dapat mengubah saat (timing) penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrumen keuangan. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah futures contracts dan forward purchase-sale contract. Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja. Contoh kontrak semacam ini misalnya adalah interest rate swaps dan currency swaps.
Hak mengkompensasi adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengkompensasi dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu.
2. Pihak pelapor (reporting party) mempunyai hak mengkompensasi jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3. Pihak pelapor memang berniat untuk mengkompensasi.
4. Hak mengkompensasi terpaksakan secara hukum
No comments:
Post a Comment