Friday, May 1, 2009

Pendapatan

Pengertian Pendapatan
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (1999:233) dalam buku Standart Akuntansi Keuangan menyebutkan bahwa pendapatan adalah: “Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode, bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal”.
Sedangkan menurut Accounting Principle Board dikutip oleh Theodorus Tuanakotta (1984:153) dalam buku Teori Akuntansi pengertian pendapatan adalah” Pendapatan sebagai inflow of asset kedalam perusahaan sebagai akibat penjualan barang dan jasa”.
Selain itu menurut Commite On Accounting Concept and Standart dari AAA dikutip oleh Theodorus Tuonakotta (1984:144) dalam buku teori Akuntansi memberikan definisi pendapatan adalah” Pernyataan moneter mengenai barang dan jasa yang ditransfer perusahaan kepada langganan-langganannya dalam jangka waktu tertentu”.
Paton dan Littleton mengemukakan bahwa pengertian pendapatan dapat ditinjau dari aspek fisik dan moneter. Hal ini juga dikemukakan Suwardjono (1984:167) dalam buku teori Akuntansi Perekayasaan Akuntansi Keuangan bahwa dari aspek fisik pendapatan dapat dikatakan sebagai hasil akhir suatu aliran fisik dalam proses menghasilkan laba. Aspek moneter memberikan pengertian bahwa pendapatan dihubungkan dengan aliran masuk aktiva yang berasal dari kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas.

Pengukuran Pendapatan
Pendapatan diukur dengan nilai wajar yang dapat diterima, jumlah pendapatan biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli yang diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah discount dagang dan rabat volume yang diperbolehkan perusahaan, umumnya berbentuk kas atau setara kas.
Bila arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau yang dapat diterima.
Bila barang atau jasa dipertukarkan untuk barang atau jasa dengan sifat nilai yang sama maka pertukaran tidak dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Dan bila barang dijual atau jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan.
Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.

Pengakuan Pendapatan
Pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi pada umumnya didasarkan pada konsep objektivitas yaitu bahwa jumlah rupiah tersebut dapat diukur secara cukup pasti dan ada keterlibatan pihak independen dalam pengukurannya. Dengan kata lain harus ada bukti yang cukup objektif untuk dapat mengakui. Bila kondisi atau kejadian tertentu menjadikan kriteria tersebut dipenuhi maka kondisi atau kejadian tersebut akan memicu pengakuan pendapatan.
Secara umum ada dua kriteria pengakuan pendapatan yaitu:
1. Pendapatan baru dapat diakui bilamana jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi atau cukup pasti akan segera terealisasi (Realized atau Realizable). Pendapatan dapat dikatakan telah terealisasi bilamana telah terjadi transaksi pertukaran produk atau jasa hasil kegiatan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Pendapatan dapat dikatakan cukup pasti akan segera terealisasi bilamana barang penukar yang diterima dapat dengan mudah dikonversi menjadi sejumlah kas atau setara kas yang cukup pasti.
2. Pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan tersebut sudah terhimpun atau terbentuk (earned). Pendapatan dapat dikatakan telah terhimpun bilamana kegiatan menghasilkan pendapatan tersebut telah berjalan dan secara substansial telah selesai sehingga suatu unit usaha berhak untuk menguasai manfaat yang terkandung dalam pendapatan.
Kedua kriteria diatas harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan walaupun bobot pentingnya untuk suatu keadaan tertentu dapat berbeda. Kriteria pengakuan pendapatan yang lebih teknis dikemukakan oleh kami bahwa pendapatan dapat diakui kalau memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Keterukuran nilai aktiva
2. Terjadinya transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai.
Kebanyakan perusahaan dasar penjualan sebagai saat pengakuan dan pengukuran pendapatan adalah yang paling jelas dan obyektif daripada dasar lain yang dapat dipakai.
Menurut Paton dan Littleton dan dikutip oleh Suwardjono (1984:154) dalam buku Teori Akuntansi Perekayasaan Akuntansi Keuangan alasan yang mendukung bahwa pendapatan pada saat penjualan merupakan suatu standart yang utama sehingga mendasari pada pengertian dan konsep tentang pendapatan sebagai berikut:
- Pendapatan adalah merupakan jumlah rupiah yang menyatakan produk akhir operasi perusahaan dan oleh karena itu harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik kegiatan yang menentukan dalam aliran kegiatan operasi kegiatan.
- Pendapatan harus benar-benar terjadi dan didukung dengan timbulnya aktiva baru yang dapat dipercaya (sah), sebaiknya berupa kas atau piutang.
Maka dapat disimpulkan dari pengertian pendapatan diatas bahwa saat penjualan merupakan titik yang menentukan untuk dapat menimbulkan pendapatan yang memenuhi pengertian atau persyaratan diatas. Saat penjualan dapat dijadikan saat pengakuan karena proses realisasi pendapatan telah terjadi.
Penjualan baru dapat dikatakan terjadi bilamana telah terjadi peralihan hak milik atas barang, akan tetapi peralihan hak milik merupakan masalah yang sangat teknis dan untuk dasar penentuan saat pengakuan dalam prosedur pembukuan pendapatan disarankan untuk tidak terlalu menekankan pada aspek yuridis formal karena kegiatan penjualan sendiri terdiri atas rangkaian kegiatan yaitu berupa penjualan yang kontinyu.
Ada beberapa keberatan yang sering diajukan terhadap pengakuan pendapatan atas dasar penjualan yaitu:
- Keberatan utama terhadap pemakaian dasar penjualan adalah bahwa sebelum penjualan itu dilunasi dan dianggap selesai, hasil akhir penjualan itu sendiri menjadi tidak pasti. Ada kemungkinan barang dikembalikan dan tidak seluruh piutang dapat tertagih. Disamping itu terdapat juga biaya-biaya yang timbul setelah penjualan, misalnya biaya administrasi, biaya pengganti suku cadang yang rusak akibat pengiriman dan lain-lain.
- Bahwa piutang pada umumnya yaitu aktiva baru yang mendukung timbulnya pendapatan yang diakui atas dasar penjualan kredit, tidaklah merupakan aktiva yang mempunyai daya beli yang nyata dan oleh karenanya bukan merupakan pendukung yang memadai terhadap pendapatan yang terealisasi.

Pengertian Penjualan Angsuran
Menurut Allan R. Drebin (1996: 121) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan penjualan angsuran barang dagangan adalah:
“Penjualan barang dagangan yang pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Dan didalam penjualan angsuran barang-barang dagangan mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1. Pembayaran Uang Muka
Yaitu pembayaran uang muka yang dilaksanakan secara tunai yang jumlahnya sebesar persentase tertentu dari harga jual barang atau sebesar jumlah rupiah yang telah ditentukan
2. Pembayaran Angsuran
Yaitu pembayaran uang tunai periodik sebagai pembayaran angsuran yang besarnya telah ditentukan sebelumnya atau ditentukan besar kecilnya yang tergantung pada lamanya jangka waktu angsuran.
Menurut Hadori Yunus Harnanto (1987:6) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana pembayaran dilakukan secara bertahap yaitu pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, penjual menerima pembayaran pertama sebagai bagian dari harga penjualan (down payment) dan sisanya dibayar dalam beberapa kali angsuran.
Dan untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat bentuk perjanjian (kontrak penjualan) penjualan angsuran sebagai berikut:
1. Perjanjian penjualan bersyarat (conditional sales contract). Dimana barang-barang telah diserahkan, tetapi hak atas barang-barang masih berada di tangan penjual sampai seluruh pembayarannya pertama.
2. Pada saat perjanjian ditandatangani dan pembayarannya pertama telah dilakukan hak milik dapat diserahkan kepada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau menghipotik untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada si penjual.
3. Hak milik atas barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust” (trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas oleh pembeli baru trustee menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan dengan membuat akte kepercayaan.
4. Beli-sewa (lease-purchase), dimana barang yang telah diserahkan kepada pembeli. Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas, baru sesudah itu hak milik berpindah kepada pembeli.
Untuk mengurangi atau menghindarkan kemungkinan kerugian yang terjadi dalam pemilikan kembali, faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh penjual adalah sebagai berikut:
1. Besarnya pembayaran pertama (down payment) harus cukup untuk menutup semua kemungkinan terjadinya penurunan harga barang tersebut dari semula barang baru menjadi barang bekas.
2. Jangka waktu pembayaran diantara angsuran yang satu dengan yang lain hendaknya tidak terlalu lama, kalau dapat tidak lebih dari satu bulan.
3. Besarnya pembayaran angsuran periodik harus diperhitungkan cukup untuk menutup kemungkinan penurunan nilai barang-barang yang ada selama jangka pembayaran yang satu dengan pembayaran angsuran berikutnya.

Penjualan Angsuran untuk Barang-Barang Bergerak
Dalam pencatatan transaksi-transaksi penjualan perlu untuk membedakan antara penjualan reguler (reguler sales) dan penjualan angsuran (installment sales). Hal ini sangat penting bagi data untuk perhitungan laba kotor yang diakui sebagai hasil penerimaan pembayaran piutang dari penjualan angsuran.
Metode yang digunakan dalam pencatatan penjualan barang-barang bergerak adalah:
1. Metode Periodik
Harga pokok penjualan dicatat pada akhir periode sedangkan pembelian tidak langsung dicatat ke rekening persediaan. Begitu juga dalam penjualan barang rekening persediaan tidak dicatat dalam kredit.
2. Metode Perpetual
Harga pokok penjualan baik penjualan reguler maupun angsuran harus disusun secara up to date. Rekening harga pokok penjualan reguler atau angsuran didebet dan rekening persediaan barang dagangan dikredit.

Penjualan Angsuran dengan Tukar Tambah (Trade in)
Dalam penjualan angsuran perusahaan kadang menerima barang tukar tambah sebagai pembayaran sebagian atas kontrak penjualan angsuran barang yang baru.
Menurut Hadori Yunus (1987:128) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan yang dimaksud pertukaran yaitu:
Apabila penjualan menyerahkan barang baru dengan perjanjian angsuran sedang pembayaran pertama (down payment) dari pembeli berupa penyerahan barang bekas. Barang-barang bekas tersebut dinilai atas dasar perjanjian yang telah diadakan antara penjual dan pembeli.
Bagi si penjual meskipun ia sudah terikat dengan perjanjian penjualan angsuran yang telah dibuat tetapi untuk lebih aman maka barang yang terutama dari penukaran tadi harus dinilai kembali dengan memperhatikan kemungkinan adanya perbaikan, serta tingkat laba yang diharapkan dari penjualan barang bekas tersebut.
Dalam hal ini terhadap barang-barang yang diterima harus dicatat sebesar harga penilaian yang dianggap sebagai cost. Sedangkan jumlah harga barang yang diterima menurut tawar-menawar dalam perjanjian trade in, bukan merupakan cost tetapi merupakan harga pertukaran.

Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali
Apabila si pembeli gagal memenuhi kewajiban seperti yang tercantum di dalam surat perjanjian penjualan angsuran maka barang-barang yang bersangkutan ditarik penjual. Dalam hal ini pencatatan yang harus dilakukan dalam buku-buku si penjual, akan menyangkut:
1. Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan
2. Menghapuskan saldo piutang penjualan atas barang-barang tersebut
3. Menghapuskan saldo laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran yang bersangkutan
4. Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang tersebut.
Sebagaimana halnya dengan persoalan pertukaran seperti diterangkan di muka dalam pemilikan barang kembali barang dagangan jug diperlukan, maka dalam pemilikan barang dagangan juga diperlukan penilaian kembali harga barang yang bersangkutan. Menurut pendapat Allan R. Drebin (1996:134) dalam buku Akuntansi Keuangan Lanjutan bahwa: penilaian kembali harga barang tersebut, harus mempertimbangkan juga sejumlah keuntungan normal yang dapat diharapkan apabila barang itu dijual kembali.

Bunga Pada Penjualan Angsuran
Kontrak penjualan angsuran sering menetapkan beban untuk bunga atas saldo yang terhutang, bunga ini biasanya dibayar bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga kontrak.
Persetujuan untuk pembayaran bunga berkala pada umumnya mengambil salah satu dari bentuk sebagai berikut:
1. Bunga diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran. Cara semacam ini sering disebut sebagai “Long and Interest”.
2. Bunga diperhitungkan atas masing-masing angsuran yang harus dibayar, dari tanggal kontrak penjualan angsuran ditandatangani sampai tanggal pembayaran angsuran. Bunga yang dihitung dengan cara ini disebut bunga jangka pendek “Short and Interest”.
3. Pembayaran berkala dalam jumlah yang sama dan menyatakan bunga atas saldo pokok yang terhutang antara periode angsuran, sisanya merupakan pengurangan dalam saldo pokok.
4. Bunga sepanjang periode pembayaran dihitung atas harga pokok semula.
Perhitungan bunga bisa dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Bunga periodik diperhitungkan dari sisa harga kontrak pada setiap awal angsuran.
2. Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar atas dasar jangka waktu angsuran yang bersangkutan

Metode Penetapan Laba Kotor Pada Penjualan Angsuran.
Pada metode penetapan laba kotor pada penjualan angsuran terdapat dua pendekatan yaitu:
1. Laba kotor dapat dikaitkan dengan periode penjualan yang terjadi.
Penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi dengan penanganan seperti penjualan biasa. Laba kotor ditetapkan pada saat penjualan saat dimana barang-barang ditukarkan dengan klaim yang secara hukum dapat dipaksakan terhadap pembeli. Prosedur ini membutuhkan penetapan semua beban yang menyangkut penyelenggaraan penjualan piutang tak tertagih, pada saat penjualan. Hal ini dengan mendebet perkiraan beban dan mengkredit penyisihan untuk beban yang diantisipasi.
2. Laba kotor dapat dikaitkan dengan periode penagihan per kas atau kontrak angsuran .
Penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi khusus dengan penanganan laba kotor yang dilakukan dalam periode dimana piutang itu timbul.
Prosedur penetapan laba kotor dalam periode penagihan per kas adalah:
1. Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok.
Penagihan per kas atas kontrak penjualan angsuran menentukan perolehan kembali harga pokok. Setelah harga pokok perolehan kembali maka semua penagihan berikutnya dianggap sebagai laba.
2. Penagihan dipandang sebagai realisasi laba.
Penagihan dapat dipandang sebagai realisasi laba kotor atas penjualan angsuran. Setelah seluruh laba atas transaksi ditetapkan maka semua penagihan per kas berikutnya dianggap sebagai perolehan kembali harga pokok.
3. Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok dan realisasi laba.
Setiap penagihan atas kontrak penjualan angsuran dianggap baik sebagai perolehan kembali harga pokok maupun sebagai realisasi laba dalam rasio dimana kedua faktor ini terdapat dalam harga jual awal.

Penyusunan laporan Keuangan Pada Penggunaan Metode Penjualan Angsuran
Neraca dari perusahaan yang melakukan penjualan angsuran mencakup piutang penjualan angsuran dan saldo laba kotor yang belum direalisasi atas piutang penjualan angsuran. Apabila aktiva lancar yang dipegang mencakup sumber daya yang layak untuk direalisasi menjadi penerimaan kas, maka piutang penjualan angsuran memenuhi syarat untuk dicantumkan sebagai piutang lancar. Dalam melaporkan piutang penjualan angsuran sebagai piutang lancar pengungkapan tanggal jatuh tempo kontrak penjualan angsuran akan memberikan penilaian atau gambaran terhadap neraca mengenai posisi laporan keuangan perusahaan.
Berkaitan dengan pengelompokan yang tepat atas saldo laba kotor yang belum direalisasi dalam neraca, saldo harus dilaporkan sebagai:
1. Sebuah pos kewajiban atau hutang yang harus dimasukkan dibawah judul pendapatan yang ditangguhkan.
2. Sebuah perkiraan penilaian aktiva yang harus dikurangkan dari piutang penjualan angsuran.
3. Sebuah pos modal yang harus dimasukkan sebagai bagian dari laba yang ditahan.
Laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran biasanya dilaporkan dalam neraca pada pos kewajiban atau hutang lancar.
Laba kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran terdiri dari laba kotor yang belum direalisasi untuk tahun sebelumnya dan laba kotor yang belum direalisasi untuk tahun sekarang atau tahun dimana penjualan angsuran berakhir.
Penagihan atas kontrak penjualan angsuran ditetapkan bahwa penjualan angsuran telah menghasilkan laba kotor sebagaimana halnya dengan penjualan biasa. Penyisihan untuk beban yang kontinyu, yang masih diantisipasi dalam penagihan piutang penjualan angsuran yang meliputi beban-beban yang timbul dari ketidakmampuan membayar dan pemilikan kembali. Penyisihan ini dikurangkan dari saldo piutang penjualan angsuran, saldo yang menyatakan laba bersih yang ditetapkan pada kontrak penjualan angsuran jumlah ini dapat dilaporkan sebagai laba yang ditahan, yang tidak harus digunakan sampai piutang penjualan angsuran dapat tertagih.
Dengan mengelompokkan kembali saldo laba kotor yang belum direalisasi maka laba atas penjualan angsuran akan ditetapkan sebagai pos akrual untuk tujuan laporan keuangan. Perhitungan rugi-laba untuk perusahaan yang melakukan penjualan biasa dan penjualan angsuran, menunjukkan laba kotor untuk masing-masing jenis penjualan total laba kotor untuk masing-masing jenis penjualan total laba kotor. Neraca dan perhitungan rugi-laba yang akan memberikan analisa-analisa laba kotor atas penjualan angsuran.

No comments: